Dia menerangkan, semua harus tahu Israel selama ini belum pernah mengakui secara terbuka dia memiliki senjata nuklir, padahal dia memilikinya. Israel sudah mengembangkan nuklir sejak tahun 1960-an, sejak di era Presiden AS Kennedy, tapi Israel sampai saat ini tak pernah mengaku secara terbuka sebagai negara yang memiliki senjata nuklir.
"Jelas pelanggaran karena di dalam dunia ini ada suatu perjanjian unilateral namanya NPT, The Non-Proliferation Treaty (Perjanjian Nonproliferasi Nuklir). Perjanjian antarnegara untuk membatasi pengembangan nuklir. Itu sudah ada, nah sekarang sampai saat ini tak pernah menjadi party atau pihak yang menandatangi NPT ini," ungkap dia.
Gus Ulil menjabarkan, bahayanya sebuah negara yang tak menandatangani perjanjian NPT itu, dia jadi tak bisa dikontrol. Ada lembaga multilateral bernama IAEA, lembaga itulah yang bertugas menginspeksi semua negara yang mengembangkan program nuklir dan sampai sekarang Israel tak pernah menjadi bagian dari NPT sehingga dia tak bisa diinspeksi.
Dia memaparkan, ketika Iran diserang Israel, salah satu bahayanya adalah potensi Iran keluar dari NPT, meski hingga kini Iran belum menyatakan keluar dari NPT. Namun, saat Iran tak menjadi bagian dari perjanjian NPT, Iran bisa menjadi negara yang mengembangkan nuklir tanpa pengawasan Internasional.
"Jadi ini menurut saya hal basic harus diketahui publik, serangan Israel pada Iran justru membahayakan prospek pengawasan pengembangan nuklir oleh Iran oleh lembaga multilateral bernama IAEA itu. Ini berbahaya sekali," paparnya.
Terlebih, tambahnya, campur tangan AS dalam konflik Israel dengan Iran itu justru berpotensi mengakhiri rezim NPT tersebut. Padahal, NPT satu-satunya lembaga internasional yang bisa mengontrol dan mengawasi pengembangan sebuah negara atas nuklir.
"Campurnya Amerika di dalam konflik ini dengan menyerang Iran berbahaya sekali karena mengakhiri rezim NPT. NPT ini penting karena NPT inilah perjanjian multilateral yang bisa mengontrol sehingga tak semua negara tak kembangkan nuklir," katanya.