“Ini yang saya sebut sebagai kampanye kearifan lokal bukan politik identitas dalam kampanyenya. Semua berjalan dengan natural. Semua sesuai adat istiadat dan tradisi orang Indonesia. Ke depan, jika ada identik dengan Islam janganlah terlalu cepat distigma dengan sebuah identitas seakan akan melarang. Bagaimana mungkin kita menjauhkan umat Islam dari tradisi keislaman padahal umat Islam mayoritas di Indonesia,” ucapnya.
Dia mengatakan, sebetulnya apa yang terjadi selama ini sering dilakukan oleh semua partai. Misalnya, memberikan gelar adat istiadat kepada calon presiden atau calon wakil presiden, juga pernah dialami oleh presiden sebelumnya. Tradisi masuk pesantren, silaturahmi antara tokoh, istigasah, selawatan, semuanya masuk kearifan lokal dalam tradisi keagamaan.
“Bahhkan sempat terjadi kemarin deklarasi atas nama ulama, dari paslon lain. Atau ada kesan silaturahmi sampai meralat doa. Itu semua hal-hal yang pernah terjadi, tetapi kenapa kemudian jika dilakukan oleh mayoritas umat Islam bersama 02 diartikan sebagai politik identitas?” katanya mempertanyakan.