Kisah 3 Murid Tjokroaminoto yang Mengambil Jalan Berbeda: Soekarno, Semaoen, dan Kartosoewirjo

Sindonews
Rumah HOS Tjokroaminoto di Kampung Peneleh VII Surabaya yang menjadi pabrik tokoh pergerakan bangsa. (Foto: Istimewa)

Setiap Soekarno belajar berpidato, suaranya yang lantang terdengar sangat mengganggu kawan-kawannya yang juga tinggal di rumah Tjokroaminoto seperti Muso, Alimin, Kartosoewirjo, dan Darsono. Tidak jarang, mereka yang mendengar tertawa.

Bahkan, sering kali saat Soekarno sedang belajar berpidato, kawan-kawannya yang lebih senior memintanya untuk berhenti karena merasa terganggu. Namun, Soekarno tetap melanjutkan pidatonya di depan kaca, di dalam kamarnya yang gelap.

Salah seorang kawan Soekarno di rumah Tjokroaminoto yang tidak pernah bosan memberikan kritik atas pidato-pidatonya adalah Kartosoewirjo. Namun, tidak jarang kritik yang dilontarkan Kartosoewirjo lebih kepada ejekan.

“Hei Karno, buat apa berpidato di depan kaca? Seperti orang gila saja,” kata Kartosoewirjo suatu kali kepada Soekarno yang tengah belajar berpidato.

Mendengar celetukan itu, Soekarno diam saja dan terus melanjutkan pidatonya.

Setelah pidatonya selesai, dia baru membalas ejekan Kartosoewirjo. Kalimat pertamanya yaitu penjelasan kenapa dia belajar berpidato sebagai persiapan untuk menjadi orang besar. Pada kalimat kedua, Soekarno baru membalas ejekan kawannya itu.

"Tidak seperti kamu, sudah kurus, kecil, pendek, keriting, mana bisa jadi orang besar,” kata Soekarno dibarengi oleh tawa keduanya. 

Peristiwa itu terus berulang di rumah Tjokroaminoto, hingga keduanya tumbuh dewasa.

Impian Soekarno untuk menjadi orang besar terwujud. Meletusnya pemberontakan komunis 1926-1927, membukakan jalan baginya untuk mendirikan partai politik yang bercorak nasionalis.

2. Kartosoewirjo

Sementara Soekarno mendirikan partai politik, Kartosoewirjo terus berjuang bersama Tjokroaminoto. Dia bahkan menjadi sekretaris pribadi Tjokroaminoto, dan memilih Islam sebagai ideologi perjuangannya. 

Buku-buku marxisme yang dibacanya sama sekali tidak memengaruhinya untuk menjadi merah dan ke kiri-kirian seperti kebanyakan temannya.

Sebaliknya, ideologi Islam yang diperjuangkannya justru semakin kuat. Dengan marxisme sebagai pisau analisis, pemikiran Kartosoewirjo tentang penghisapan kapitalisme semakin tajam, dan kritis. Karier politiknya pun terus melonjak.

Editor : Rizal Bomantama
Artikel Terkait
Buletin
5 hari lalu

Begini Penampakan Kepala Patung Bung Karno yang Miring, Pemkab Indramayu Ungkap Penyebabnya

Seleb
15 hari lalu

Viral Al Ghazali Ziarah ke Makam Pahlawan HOS Tjokroaminoto, Ini Fotonya!

Buletin
17 hari lalu

Heboh Wisudawati UM Surabaya asal Palestina Minta Rekomendasi Jodoh ke Rektor

Nasional
21 hari lalu

Nggak Hanya Surabaya, Prabowo Minta Whoosh Diperpanjang sampai Banyuwangi

Berita Terkini
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
Network Updates
News updates from 99+ regions
Personalize Your News
Get your customized local news
Login to enjoy more features and let the fun begin.
Kanal