Namun, meskipun menyebut kata-kata yang tidak baik, mereka mengakui kekagumannya terhadap kemuliaan Nabi Muhammad SAW. Alasan mereka tetap mencaci Nabi Muhammad SAW ialah karena mereka tidak ingin orang-orang memasuki Islam dan dapat tetap setia kepada agama nenek moyang mereka.
Suatu hari, Bilal bin Rabah menemui Rasulullah SAW untuk menyatakan ke-Islamannya. Padahal saat itu jumlah umat Muslim masih sedikit dan banyaknya perilaku kejam yang diterima kaum muslim. Di tengah situasi seperti itu, Bilal bin Rabah justru bertekad untuk beriman kepada Allah SWT.
Tak lama kemudian, kisah Bilal masuk Islam terdengar oleh Umayyah bin Khalaf. Sebagai akibatnya, Bilal pun disiksa dengan cara dijemur di tengah gurun pasir selama beberapa hari dan diseret di antara perbukitan Makkah.
Selama penyiksaan itu, Bilal tidak meminta Umayyah untuk berhenti menyiksanya. Ia memohon hanya kepada Allah SWT, seraya menyebut “Ahad” yang bermakna hanya ada satu Tuhan yaitu Allah SWT. Penyiksaan itu berakhir ketika Abu Bakar as-Siddiq menyelamatkannya. Abu Bakar menebus Bilal dari Umayyah dengan nominal yang banyak.
Setelah itu, Bilal mengikuti kemana pun Rasulullah SAW pergi, termasuk saat Rasulullah berhijrah ke Madinah. Ketika Masjid Nabawi selesai dibangun, Rasulullah SAW mensyariatkan azan sebagai panggilan kepada kaum Muslimin untuk melaksanakan perintah salat.
Untuk mengumandangkan azan, Rasulullah pun menunjuk Bilal. Ia ditunjuk oleh Rasulullah sebagai orang yang pertama kali mengumandangkan azan di Masjid Nabawi. Memenuhi perintah Rasulullah, Bilal menaiki bagian tertinggi dari Masjid Nabawi.
Dari sana, ia mengumandangkan azan dengan suara yang merdu dan lantang. Sejak itu, Bilal mendapat julukan sebagai Muadzin ar-Rasul sekaligus menjadi muadzin pertama dalam sejarah Islam.
Dengan konsisten, Bilal mengumandangkan azan setiap tiba waktu salat. Mendengar azan yang dilantunkan Bilal, orang-orang pun berdatangan ke masjid untuk menunaikan salat. Bilal terus menjadi muazin selama Rasulullah SAW masih hidup.