"Dulu aku berbekal baca buku pocket yang warna kuning, beli Rp50.000 kalau nggak salah harganya. Saat teman-teman bimbel dengan nyaman, aku belajar di stall chicken nuggetku, sambil ngelayanin customer, curi-curi waktu. Dulu di PRJ dari jam 6 pagi sampai 12 malam beres panggung artis," ujar Ira.
Tak langsung istirahat, usai bekerja ia lanjut membali belajar menggunakan bukunya hingga tengah malam. Kemudian, bangun pagi untuk bekerja embali.
Beruntungnya, Ira pun dinyatakan lolos di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran melalui jalur SBMPTN dan Fakultas Hukum Universitas Indonesia di SIMAK UI. Ira pun memutuskan untuk kuliah di UI karena jarak yang lebih mudah ditempuh dan ramah di kantongnya.
Keputusannya memilih FH UI juga tidak disengaja. Hal itu karena ia sempat menjadi best speaker dalam perlombaan debat di FH UI dan mendapatkan hadiah uang.
"Dulu aku ikut debat dari SMA biar dapat uang. Jadi ikut lomba dan walau nggak menang, tapi aku jadi best speaker. Kebetulan aku pas itu nggak ada uang untuk daftar SIMAK UI dan dapat uangnya dari lomba itu, jadi pas daftar pilih itu," kisahnya.
"Jadi bukan karena aku punya background keluarga yang kuliah di bidang hukum atau apa pun atau karena ngejar jadi pengacara dari awal. Semua nggak disengaja. Tapi aku pertimbangkan lebih jauh bahwa, dengan kuliah hukum, aku bisa berperan konkret dalam membereskan isu-isu ketidakadilan struktural," ucapnya.
Ira pun menempuh pendidikan di FH UI selama 4,5 tahun. Di sana, prestasinya semakin cemerlang dengan mengikuti berbagai perlombaan debat hingga dipercaya menjadi ketua debat hukum di organisasi debat FH UI.