Semua kiprah dan kehebatan Kiai Mojo menjadi informasi penting yang disampaikan mata-mata kepada kompeni. Sang mata-mata tentu tidak hanya melapor kehebatan Panglima Kiai Mojo, tapi juga kelemahannya. Dari informasi-informasi penting itu, pimpinan perang Belanda menyusun strategi untuk menaklukan kekuatan Pangeran Diponegoro.
Pada 1828, tibalah saatnya bagi Belanda untuk menangkap Kiai Mojo. Saat itu, ada selisih paham antara Kiai Mojo dan Pangeran Diponegoro. Kiai diperintahkan untuk kembali ke tempat kelahirannya di Pajang.
Dalam perjalanannya ke Pajang, Kiai Mojo kemudian dibujuk muridnya, Kiai Dadapan agar mau bertemu perwakilan Belanda, Letnan Kolonel Wironegoro. Kiai Mojo kemudian bertemu dengan Letnan Kolonel Wironegoro pada Oktober 1828 dengan mengajukan beberapa permintaan.
Letnan Kolonel Wironegoro menyetujuinya dengan syarat Kiai Mojo bersedia menghentikan perang. Kiai Mojo melaporkan pertemuan itu kepada Pangeran Diponegoro melalui surat.
Setelah membaca surat dari Kiai Mojo, Pangeran Diponegoro marah. Lalu Pangeran Diponegoro memanggil Kiai Mojo kembali ke markas di daerah Pengasih.
Pada tahun 12 November 1828 Kiai Mojo ditangkap di Desa Kembang Arum, utara Yogyakarta. Ini menandai titik balik perjuangan Diponegoro, sampai akhirnya redup pada 1830.