Meskipun dari keluarga yang sederhana, Fajar tak pernah mengubur mimpi-mimpinya. Bahkan, di tahun kedua perkuliahan, ia sudah memikirkan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S2.
"Di tahun kedua dan ketiga dulu lihatnya kuliah S2 di luar negeri itu keren saja gitu. Tahun keempat baru ngerasa ternyata kuliah S2 di luar negeri itu penting banget untuk memperdalam ilmu," katanya.
Dari situ, Fajar mulai banyak bertanya kepada seniornya terkait kuliah S2 di luar negeri. Ia pun mendapatkan informasi terkait beasiswa LPDP dan mulai mempersiapkan berkas-berkas untuk mendaftar beasiswa LPDP.
Tahun 2017 Fajar dinyatakan lolos beasiswa LPDP di KTH Royal Institute of Technology. Namun, ia harus menunda keberangkatannya karena harus mengerjakan riset di UGM.
Setelah dua tahun melakukan riset, Fajar pun berangkat kuliah ke Swedia di tahun 2019. Meskipun berbeda budaya dengan di Indonesia dan butuh waktu penyesuaian, ia merasa tidak ada kesulitan yang berarti.
"Tantangannya dibilang berat sih ngga juga, tapi ngga ringan juga. Karena S2 kan pasti lebih berat dari S1, selain itu beda negara, beda bahasa dan beda budaya juga. Jadi itu jadi tantangan tersendiri," kisahnya.
Meskipun begitu, Fajar berhasil lulus di tahun 2021. Di sana ia juga mengukir prestasi yang membanggakan dengan menjadi 20 top inovator muda terbaik di dunia James Dyson Award.
Kini, Fajar tengah merintis sebuah usaha bernama Banoo Indonesia. Projek tersebut terkait teknologi yang bisa berguna bagi para petani atau pembudidaya ikan untuk meningkatkan hasil panennya.
Wah, keren ya kisah dari Fajar. Semoga bisa menginspirasi ya!