Benny Moerdani buru-buru menjelaskan dengan dalih dirinya ingin menjadi komandan brigade terlebih dahulu. Doa sengaja mengemukakan alasan teknis agar Bung Karno berhenti memaksakan keinginannya.
Cara Benny Moerdani berkelit terbukti manjur. Bung Karno kemudian mengalihkan pembicaraan dengan tema lain. Bung Karno berbicara tentang urusan keluarganya, anak-anaknya termasuk keinginan menikahkan anaknya dengan anggota militer seperti Benny Moerdani.
“Saya sebetulnya ingin anakku kawin dengan seorang pahlawan. Ya seperti engkau ini,” kata Bung Karno dengan suara perlahan.
Benny Moerdani tahu, keinginan Bung Karno untuk menjadikan dirinya sebagai menantu dilandasi niat yang baik. Namun dia tidak bisa memenuhi hal itu karena sudah memiliki pilihan sendiri. Mengingat Bung Karno merupakan Kepala Negara sekaligus orang tua yang tengah merindukan datangnya menantu, Benny Moerdani berhati-hati dalam menolak.
Dia berusaha keras memilih kata-kata penolakan yang tidak menyinggung perasaan. Bung Karno pun bisa menerima alasannya. Dengan perasaan lega, Benny Moerdani kemudian bisa meninggalkan halaman Istana Kepresidenan tanpa diberatkan beban.
Pada pemerintahan Presiden Soeharto, karier militer Jenderal Benny Moerdani berada di puncak. Dia diangkat menjadi Panglima ABRI selama lima tahun (28 Maret 1983 – 27 Februari 1988). Dia juga pernah menjabat sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan.
Pada 29 Agustus 2004 Benny Moerdani yang mengalami stroke dan infeksi paru-paru meninggal dunia di RSPAD Gatot Subroto Jakarta. Jenderal Benny Moerdani yang dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata meninggalkan seorang istri, satu putri, dan lima cucu.