Melki mengingatkan, Malaysia bergantung pada jutaan tenaga kerja asal negara lain karena negara tersebut menghadapi kekurangan tenaga kerja. Khususnya untuk sektor perkebunan dan manufaktur yang tidak diminati oleh penduduk setempat sehingga sebagian besar mengambil tenaga kerja dari Indonesia, Bangladesh, dan Nepal.
“Seharusnya Malaysia memahami kebutuhan tenaga kerja asal Indonesia dengan mematuhi ketentuan yang ada,” kata Melki.
Menurut data Bank Indonesia (BI) dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), pada tahun 2021 ada sekitar 1,62 juta orang atau 50,03 persen dari total pekerja migran Indonesia yang berada di Malaysia.
Malaysia pun menjadi negara penempatan pekerja migran Indonesia yang memiliki jumlah pengaduan terbesar mencapai 403 atau sekitar 23,7 persen dari total pengaduan 1.702 di tahun 2021. Sementara BI mencatat pengiriman uang (remintasi) dari TKI di luar negeri sebesar 2,28 miliar Dolar AS atau setara dengan Rp33 triliun (kurs Rp 14.496) pada kuartal II tahun lalu yang berkontribusi sekitar 10 persen dari nilai APBN.
Melki menegaskan, perjuangan TKI harus sebanding dengan perlindungan negara. Komisi IX memastikan akan terus melakukan pengawasan demi kesejahteraan pekerja migran Indonesia.
“Jasa para pahlawan devisa yang sangat besar perlu diimbangi dengan perlindungan para pekerja migran, utamanya yang bekerja di Malaysia. Oleh karenanya, pemerintah perlu melakukan langkah-langkah strategis demi melindungi para pekerja migran,” tutur Melki.