Eddy menilai dengan kompensasi Jenis BBM Tertentu (JBT-Solar) dan Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP-Pertalite) tahun 2024 yang diperkirakan mencapai senilai Rp 163 triliun tapi digunakan oleh masyarakat mampu sebanyak 80% dari kuota subsidi, hal itu membuat negara dan masyarakat yang membutuhkan rugi.
"Pasalnya volumenya naik setiap tahun, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Jika tidak dikelola secara ketat, pemerintah akan menanggung subsidi yang lebih besar lagi ke depannya, yang sayangnya tidak tepat sasaran," katanya.
Sebelumnya, wacana kebijakan pembatasan pembelian BBM bersubsidi pertama kali disampaikan oleh Menko Marvest Luhut Binsar Pandjaitan melalui unggahan di akun Instagram resmi miliknya. Ia mengatakan pemerintah akan memulai pembatasan ini pada 17 Agustus 2024 mendatang.
Namun, Menko Perekonomian Airlangga Hartanto menyatakan hal tersebut masih dalam pembahasan dan belum menjadi keputusan.
“Jadi terkait PP 191 ini dalam pembahasan. Masih dalam pembahasan, bukan pembatasan," ungkap Airlangga di Jakarta pada Kamis (11/7) kemarin.