Konstitusionalitas Pemindahan Ibu Kota Negara

Fahri Bachmid
Pakar Hukum Tata Negara Fahri Bahmid. (Foto: dok.iNews.id).

Dalam konsiderans disebutkan Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Republik Indonesia memiliki kedudukan dan peranan yang penting, baik dalam mendukung dan memperlancar penyelenggaraan pemerintahan Negara Republik Indonesia maupun dalam membangun masyarakatnya yang sejahtera, dan mencerminkan citra budaya bangsa Indonesia.

Saat reformasi 1998, Presidan BJ Habibie mengubah kembali payung hukum DKI Jakarta melalui UU Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah khusus Ibu kota Negara Republik Indonesia Jakarta, UU ini mempertegas kekhususan Jakarta karena statusnya sebagai Ibu Kota Negara.

Demikian pula ketika era Presidan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), lahir UU Nomor 29 tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dari sisi ilmu hukum tata negara, perubahan Ibu Kota ke kota lain tak otomatis mengubah kekhususan Jakarta. Sebab, secara teoritik, tergantung pilihan politik hukum dari para pembentuk undang-undang.

Artinya, bisa saja Jakarta tetap diberikan status khusus dalam bentuk lain, misalnya terkait alasan-alasan historis sebagai bekas Ibukota Batavia, atau karena Jakarta merupakan bekas ibu kota negara, atau alas an-alasan khusus lainya yang secara faktual dapat diterima sebagai “legal reasoning”. Jadi, itu tergantung politik hukum pembentuk undang-undang.

Argumen hukum itu dapat merujuk Pasal 18B ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 di mana “Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang”.

Konsekuensinya, selama memiliki status khusus atau istimewa berdasarkan Undang-Undang, secara konstitusional Jakarta bisa jadi tidak akan mengalami banyak perubahan dalam pengelolaan Pemerintahan daerah. Setidaknya bisa merujuk kepada keistimewaan Yogyakarta dan Aceh karena pertimbangan sejarahnya.

Konstitusi Ibu Kota Negara
Dalam konstitusi, setidaknya ada dua pasal yang menyinggung tentang Ibukota Negara yakni pada ketentuan Pasal 2 ayat (2) dan ketentuan Pasal 23G ayat (1) UUD 1945.

Ketentuan Pasal 2 ayat (2) UUD 1945 menyebutkan bahwa “ MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di Ibukota Negara”. Sedangkan Pasal 23G ayat (1) menegaskan bahwa “BPK berkedudukan di Ibu Kota Negara, dan memiliki perwakilan di setiap provinsi”. Ketentuan senada juga ditemukan dalam beberapa undang-Undang, yang mengharuskan lembaga tertentu berkedudukan di Ibu Kota Negara.

Editor : Zen Teguh
Artikel Terkait
Nasional
3 hari lalu

Apa Itu Banjir Rob yang Menggenangi Pesisir Jakarta?

Megapolitan
5 hari lalu

Pramono Minta Jajarannya Siaga Banjir Rob, Puncaknya Besok Pagi 

Megapolitan
13 hari lalu

3 Jalur Alternatif Tambun Jakarta, Solusi Ampuh Melibas Kemacetan!

Megapolitan
13 hari lalu

3 Jalur Alternatif Jakarta Bogor untuk Perjalanan Lebih Cepat dan Bebas Macet

Berita Terkini
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
Network Updates
News updates from 99+ regions
Personalize Your News
Get your customized local news
Login to enjoy more features and let the fun begin.
Kanal