Untuk mengakali peruntukan kawasan Tanjung Piayu, Budi lantas memberi tahu Abu Bakar bahwa supaya izinnya disetujui, yang bersangkutan harus menyebutkan akan membangun restoran dengan keramba sebagai budidaya ikan di bagian bawahnya. Upaya itu dilakukan agar resort yang dibangun Abu Bakar nanti seolah-olah terlihat seperti fasilitas budidaya.
Selanjutnya, Nurdin memerintahkan Edy untuk melengkapi dokumen dan data dukung agar izin Abu Bakar segera disetujui. “Dokumen dan data dukung yang dibuat EDS tidak berdasarkan analisis apa pun. EDS hanya melakukan copy paste (salin dan tempel) dari daerah lain agar cepat selesai persyaratannya,” ucap Basaria.
Dia mengatakan, Nurdin diduga menerima uang dari Abu Bakar, baik secara langsung maupun melalui Edy dalam beberapa kali kesempatan. Perinciannya, pada 30 Mei 2019, Nurdin menerima sebesar 5.000 dolar Singapura dan Rp45 juta. Keesokan harinya, Nurdin langsung menerbitkan izin prinsip reklamasi untuk Abu Bakar dengan luas area 10,2 hektare.
Pada Rabu (10/7/2019) kemarin, Abu Bakar memberikan tambahan uang sebesar 6.000 dolar Singapura kepada Nurdin melalui Budi Hartono. Pemberian uang itu berlangsung di Pelabuhan Sri Bintan Tanjungpinang, Batam. Selepas transaksi antara Abu Bakar dan Budi itulah, tim KPK mengamankan keduanya.
Atas perbuatannya, Nurdin sebagai pihak yang diduga penerima suap dan gratifikasi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11, dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara Edy dan Budi selaku pihak penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Selanjutnya, Abu Bakar sebagai pihak pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.