“Sudah sempat saya ajak pulang, dia enggak mau, kayaknya trauma,” ungkap Santi.
Dia pun mengatakan masih takut dengan gempa susulan. Jika terjadi gempa susulan, dia akan langsung lari.
Demikian juga Safri, pengungsi lainnya, dia masih takut jika dengan gempa susulan. Di halaman rumah panggung, Safri memasang terpal sebagai tenda dan membawa kompor untuk memasak.
Selain dihuni oleh keluarga dekat, rumah panggung Safri menjadi tempat mengungsi bagi warga sekitar. Dia memperkirakan sekitar 40 atau 50 orang yang menghuni rumahnya.
Dokter Arini Retno Palupi dari Tim Humanity Medical Sevices ACT mengatakan, ketakutan pascabencana memang lazim terjadi. Namun, hal ini juga penting untuk diatasi.
“Terutama untuk anak dan ibu yang memang kebanyakan mengalami panik dan gangguan cemas. Maka kita perlu berikan dukungan agar tidak berkelanjutan menjadi sebuah gangguan kesehatan mental,” ujar Arini.
Dia menambahkan, tim Humanity Medical Services ACT tidak hanya menjaga kesehatan fisik, tapi juga memberikan layanan psikososial bagi penyintas.
“Kami sebut dengan dukungan psikososial dan kesehatan jiwa. Biasanya kami adakan setelah 2 pekan pascagempa. Kami akan bekerja sama dengan psikolog dan psikiater untuk bisa mengadakan kegiatan ini,” ungkap Arini.