Rofiq menyadari bahwa partai politik adalah pintu utama untuk praktik-praktik korupsi yang dilakukan para politisi. Untuk itu, dia mengajak seluruh partai, khususnya yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Kerja berusaha sekuat tenaga agar peristiwa yang terjadi di DPRD Kota Malang tidak terulang.
“Kalau parpol tidak steril dalam konteks ini, maka ke depannya semua orang yang terpilih atau semua orang yang menjabat atas prakarsa parpol pasti akan melakukan tindakan yang merugikan rakyat. Karena dia harus membayar terkait dengan apa yang pernah ditransaksikan. Partai Perindo dari awal sangat melarang keras dan kita menghindari praktik-praktik transaksional,” kata Rofiq.
KPK menetapkan 41 dari 45 anggota DPRD Kota Malang sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. Kasus ini tak beda jauh dengan ditetapkannya 38 dari 100 anggota DPRD Sumatera Utara sebagai tersangka kasus suap pada Maret lalu.
Kasus korupsi di Malang bermula dari pembahasan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah-Perubahan (APBD-P) Pemkot Malang Tahun Anggaran 2015.
Sebelum ketok palu pembahasan APBD-P, Ketua DPRD Kota Malang Moch Arief Wicaksono diduga meminta fulus kepada Wali Kota Malang Mochamad Anton terkait kelancaran pembangunan proyek drainase dan Islamic Center.
Uang suap yang diterima tersebut kemudian dibagikan kepada 41 dari 45 anggota DPRD Kota Malang. KPK menyelidiki kasus ini sejak Agustus 2017.