“Mereka semua baru sekarang yakin Pak Kivlan bukan pembunuh, bukan pelaksana makar, bukan pemilik senjata api, bukan menggunakan uang untuk membeli senjata api. Tadinya mereka percaya dengan berita-berita di media,” kata Tonin.
Menurut rencana, surat permohonan penangguhan penahanan dengan 700 penjamin dari kalangan purnawirawan TNI itu akan dilayangkan kepada penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya pada Jumat (19/7/2019) nanti. Saat ini, dia masih merampungkan pembubuhan tanda tangan 700 purnawirawan tersebut.
“Jadi, kan tadi ada yang belum bawa KTP. Kamis (18/7/2019) dilengkapi dulu semua dan tanda tangan. Maka, Jumat kami bawa ke Polda (Metro Jaya) untuk sebagai penjamin. Nanti ada badan hukum TNI yang mengantarkan bersama-sama kami,” ucap Tonin.
Kivlan ditetapkan sebagai tersangka kepemilikan senjata api ilegal pada Rabu, 29 Mei 2019. Dia mulanya ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Pomdam Jaya Guntur, Jakarta Selatan selama 20 hari. Kemudian, penahanannya diperpanjang pada Kamis, 19 Juni 2019, hingga 40 hari berikutnya.
Polisi mengklaim penangkapan Kivlan berdasarkan pengembangan dari enam tersangka kepemilikan senjata api ilegal yang sebelumnya sudah ditangkap. Enam tersangka itu masing-masing berinisial IK alias HK, AZ, IR, TJ, AD, dan AF.
Enam tersangka itu diduga menunggangi demonstrasi penolakan hasil Pemilu Presiden (Pilpres) 2019 di Gedung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pada 21-22 Mei lalu. Dari kelompok tersebut, kepolisian menyita empat senjata api ilegal. Dua di antaranya berupa senjata api rakitan.