"Memang ini belum menjadi RUU, tapi kalau melihat track record DPR yang iya biasa ngebut, tiba-tiba langsung jadi gitu. Nah, makanya kita melakukan aksi sebagai bentuk tekanan terhadap DPR, juga menunjukkan ke publik kita akan berjuang sampai turun ke jalan," jelasnya.
Adapun sejumlah tuntutan yang disampaikan dalam aksi tersebut, pertama, menolak pasal yang memberikan wewenang berlebihan kepada pemerintah untuk mengontrol konten siaran. Pasal ini berpotensi digunakan untuk menyensor dan menghalangi penyampaian informasi yang objektif dan kritis.
Kedua, menolak pasal yang memperketat regulasi terhadap media independen. Ini dapat membatasi ruang gerak media dan mengurangi keberagaman dalam penyampaian informasi kepada publik.
Ketiga, menolak pasal yang mengatur sanksi berat untuk pelanggaran administratif. Sanksi yang tidak proporsional ini akan membungkam jurnalis dalam menjalankan kerja-kerja jurnalistik dan mengancam kebebasan pers.
Keempat, menuntut DPR dan pemerintah untuk segera revisi menyeluruh terhadap pasal-pasal bermasalah tersebut dengan melibatkan partisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk Dewan Pers, organisasi pers dan masyarakat sipil.
Kelima, mendukung upaya hukum dan konstitusional untuk mempertahankan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di Indonesia. Menyerukan kepada seluruh jurnalis, akademisi, aktivis, dan masyarakat luas untuk tetap waspada dan aktif dalam memperjuangkan kebebasan pers.