Sementara itu untuk tingkat provinsi, Bima menyebut, hanya ada 11 dari 38 provinsi yang kondisi fiskalnya kuat. Sementara itu, 12 provinsi fiskalnya sedang dan 15 provinsi lainnya lemah.
"Di tingkat kabupaten, dari 415 hanya 4 persen yang memiliki kapasitas fiskal kuat, 4 kabupaten berada dalam kategori sedang dan mayoritas atau sebagian besar yakni 407 kabupaten tergolong lemah," katanya.
Menurutnya, fakta ini menunjukkan otonomi fiskal di Indonesia masih menghadapi tantangan serius. Bima menyebut, ketergantungan tinggi daerah pada transfer pusat berpotensi melemahkan kemandirian untuk mengelola pelayanan publik.
"Pemerintah pusat dan daerah perlu merumuskan strategi PAD yang lebih inovatif dan berkelanjutan. Harga ketimpangan fiskal dapat dikurangi serta memperkuat kualitas tata kelola keuangan daerah," ujarnya.
"Namun selama ini, salah satu kebijakan yang sering ditempuh pemerintah daerah untuk meningkatkan PAD adalah melalui kenaikan PBB-P2. Akhirnya, kebijakan tersebut seringkali menimbulkan resistensi sosial karena langsung membebani masyarakat," tuturnya.