Budi Wiweko
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Ketua Komisi 2 Senat Akademik Universitas Indonesia,
Wakil Direktur Indonesian Medical Education Research Institute (IMERI) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat Perkumpulan Obstetri Ginekologi Indonesia.
VISI Indonesia tahun 2019–2024 menempatkan pembangunan kualitas sumber daya manusia sebagai prioritas kedua dari lima target pemerintah dalam lima tahun ke depan. Riset dan pendidikan tinggi merupakan pilar unggulan yang harus digerakkan dalam mewujudkan visi pemerintah ini.
Salah satu pemikiran pemerintah dalam membangun kualitas perguruan tinggi di Indonesia adalah wacana mendatangkan rektor asing untuk memimpin perubahan yang diharapkan mampu membawa Indonesia ke kancah bergengsi dunia dalam hal peringkat perguruan tinggi. Pertanyaan pertama yang muncul di benak para dosen dan pimpinan perguruan tinggi di Indonesia adalah apakah tidak ada lagi sumber daya manusia berkualitas di Indonesia yang bisa menjadi rektor.
Tidak lah mengherankan bila kemudian banyak bermunculan silang pendapat, pro–kontra, mendukung dan tidak mendukung terhadap rencana pemerintah yang masuk dalam kategori inovasi disruptif ini.
Fenomena menarik bisa kita lihat ke negara tetangga kita, Singapura, di mana dua perguruan tinggi mereka, National University of Singapore (NUS) dan Nanyang Technology University (NTU), sama-sama menduduki peringkat ke-11 dunia menurut QS ranking tahun 2020. Negeri berpenduduk berpenduduk 5,6 juta jiwa itu sadar sekali pentingnya akselerasi dalam alih ilmu pengetahuan dan teknologi. Singapura tidak segan–segan merekrut tenaga peneliti asing bereputasi dunia untuk memimpin laboratorium riset dan inovasi di perguruan tinggi mereka.
Tentu hal ini membutuhkan skema pendanaan besar yang perlu mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Kita bisa melihat bagaimana rekam jejak peneliti bereputasi dunia yang membangun dunia riset dan pendidikan tinggi di Singapura, umumnya mereka pemimpin lembaga riset di negara Eropa, sebagian masih aktif, sebagian lagi sudah hampir memasuki masa pensiun.
Langkah serupa diikuti Brunei Darussalam. Negeri petro dolar ini aktif mendatangkan para peneliti asing bereputasi dunia ke Universiti Brunei Darussalam (UBD), sebagian mereka mendapatkannya dari NUS, mengingat hubungan mereka yang erat dalam commonwealth system.