JAKARTA, iNews.id - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menegaskan perkawinan anak memicu tingginya angka stunting. Oleh karena itu, masalah perkawinan anak harus diselesaikan.
Hal itu disampaikannya dalam Roadshow Percepatan Penurunan Stunting dan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem di Kabupaten/Kota di 10 kota/kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) kemarin. NTB merupakan provinsi rangkaian roadshow ke-11 dan akan dilanjutkan ke provinsi prioritas lain.
Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), di tahun 2021 prevalensi stunting di Provinsi NTB sebesar 31,4 persen. Kemudian, tahun 2022, prevalensi stunting naik menjadi 32,7 persen. Hal ini salah satunya disebabkan karena tingginya perkawinan di bawah umur di daerah tersebut. Angka pernikahan anak di NTB mencapai ratusan kasus pada tahun 2022. Berdasarkan data Pengadilan Tinggi Agama Mataram, jumlah dispensasi nikah pada tahun 2022 di NTB sebanyak 710 kasus.
Pemberian dispensasi nikah tertinggi berada di Pengadilan Agama Bima sebanyak 276 kasus dan paling sedikit di Pengadilan Agama Mataram hanya 3 kasus. Sedangkan Pengadilan Agama Dompu 132 kasus, Pengadilan Agama Giri Menang 39 kasus. Kemudian Pengadilan Agama Praya 47 kasus, Pengadilan Agama Selong 31 kasus, Pengadilan Agama Sumbawa Besar 122 kasus dan Pengadilan Agama Taliwang 21 kasus.
“Masalah perkawinan anak ini masih tinggi dan itu saya kira Ibu Wagub tahu cara mengatasinya,” tegas Muhadjir dalam keterangan resminya, Rabu (1/3/2023).
Menko PMK menyampaikan, masalah yang dialami oleh NTB dalam penanganan stunting dan kemiskinan ekstrem adalah masalah sarana prasarana pendukung.
“Seperti yang saya ketahui bahwa di Nusa Tenggara Barat masih banyak daerah yang belum mendapatkan akses air bersih, sanitasi, dan juga akses jalan,” ujar Muhadjir.