Apa yang disebut "kecerdasan emosi" terlihat ketika seseorang memasuki bulan Ramadan. Orang yang cerdas emosinya adalah mereka yang mengetahui kelebihan dan kelemahan dirinya, lalu bisa mengoptimalkan sisi baiknya dan meminimalkan sisi kelemahannya.
Dengan mengetahui itu lalu seseorang mampu melakukan kontrol diri. Ciri lain cerdas emosi adalah seseorang pandai memotivasi diri dan orang-orang lain. Kesemuanya itu bisa dikembangkan dengan melaksanakan puasa secara saksama.
Yang paling menonjol dari kehadiran Ramadan adalah peningkatan ibadah ritual. Di samping menahan diri tidak makan dan minum di siang hari, volume ritual sunah naik, yaitu salat tarawih serta mengikuti forum-forum ceramah keagamaan. Ini semua merupakan aspek eksoterik atau aktivitas lahiriah puasa yang bisa diamati dan diukur.
Adapun aspek esoteriknya, kita bisa saja menduga-duga kualitas dan dampaknya, namun yang pasti kita tidak tahu. Misalnya, seberapa dalam dan intens keikhlasan seseorang menjalani puasa semata hanya karena dan untuk Allah, kita tidak tahu isi hati seseorang.
Seberapa ikhlas dan khusyuk ibadah seseorang, lalu permohonan apa yang paling banyak dipanjatkan pada Tuhan, kita juga tidak tahu. Terlebih lagi jika memasuki pahala puasa yang dijanjikan Allah, baik ampunan dosa, curahan rahmat, maupun imbalan surga di akhirat kelak, semuanya kita serahkan kepada Allah.