Bapak Ibu yang saya muliakan.
Dengan international trust yang tinggi. Kredibilitas kita akan lebih diakui, kedaulatan kita akan lebih dihormati. Suara Indonesia akan lebih didengar sehingga memudahkan kita dalam bernegosiasi.
Peluang tersebut harus mampu kita manfaatkan. Rugi besar kita jika melewatkan kesempatan ini karena tidak semua negara memilikinya dan belum tentu kita akan kembali memilikinya.
Sehingga strategi pertama untuk memanfaatkan kesempatan ini adalah mempersiapkan sumber daya manusia Indonesia.
Kita telah berhasil menurunkan angka stunting menjadi 21,6 persen di 2022, menaikkan Indeks Pembangunan Manusia menjadi 72,9 di 2022, dan menaikkan Indeks Pemberdayaan Gender menjadi 76,5 di 2022. Menyiapkan anggaran perlindungan sosial total sebesar Rp3.212 triliun dari tahun 2015 – 2023. Termasuk di dalamnya KIS, KIP, KIP Kuliah, PKH, Kartu Sembako serta perlindungan kepada lansia, penyandang disabilitas dan kelompok rentan lainnya serta re-skilling dan up-skilling tenaga kerja melalui Balai Latihan Kerja dan Program Kartu Prakerja.
Di saat yang sama SDM yang telah kita persiapkan harus mendapat lapangan kerja untuk bisa menghasilkan produktivitas nasional sehingga kita juga harus kembangan sektor ekonomi baru yang membuka lapangan kerja sebanyak-banyaknya, yang memberikan nilai tambah sebesar-besarnya.
Di sini lah peran sektor ekonomi hijau dan hilirisasi sebagai window opportunity kita untuk meraih kemajuan karena Indonesia sangat kaya sumber daya alam termasuk bahan mineral, hasil perkebunan, hasil kelautan, serta sumber energi baru dan terbarukan.
Tapi kaya SDA saja tidak cukup, jadi pemilik saja tidak cukup karena itu akan membuat kita menjadi bangsa pemalas yang hanya menjual bahan mentah kekayaannya. Tanpa ada nilai tambah, tanpa ada keberlanjutan.
Saya ingin tegaskan Indonesia tidak boleh seperti itu. Indonesia harus menjadi negara yang juga mampu mengolah sumber dayanya, mampu memberikan nilai tambah dan menyejahterakan rakyatnya. Dan ini bisa kita lakukan melalui hilirisasi.
Hilirisasi yang ingin kita lakukan adalah hilirisasi yang melakukan transfer teknologi yang memanfaatkan sumber energi baru dan terbarukan, serta meminimalisasi dampak lingkungan. Pemerintah telah mewajibkan perusahaan tambang membangun pusat persemaian untuk menghutankan kembali lahan pascatambang.
Hilirisasi yang ingin kita lakukan adalah hilirisasi yang tidak hanya pada komoditas mineral. Tapi juga nonmineral seperti sawit, rumput laut, kelapa, dan komoditas potensial lainnya yang mengoptimalkan kandungan lokal dan yang bermitra dengan UMKM, petani, dan nelayan sehingga manfaatnya terasa langsung bagi rakyat kecil.
Upaya ini sedang kita lakukan dan harus terus dilanjutkan. Ini memang pahit bagi pengekspor bahan mentah. Ini juga pahit bagi pendapatan negara jangka pendek. Tapi jika ekosistem besarnya sudah terbentuk, jika pabrik pengolahannya sudah beroperasi.
Saya pastikan Ini akan berbuah manis pada akhirnya. Terutama bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Sebagai gambaran, setelah kita setop ekspor nikel ore di 2020, investasi hilirisasi nikel tumbuh pesat dan kini telah ada 43 pabrik pengolahan nikel yang akan membuka peluang kerja yang sangat besar. Ini baru 1 komoditas. Dan jika kita konsisten dan mampu melakukan hilirisasi untuk nikel, tembaga bauksit, CPO dan rumput laut.
Berdasar hitung-hitungan perkiraan dalam 10 tahun, pendapatan per kapita kita akan capai Rp153 juta, 10.900 Dolar AS. Dalam 15 tahun, pendapatan per kapita kita akan capai Rp217 juta (15.800 dolar AS). Dan dalam 22 tahun, pendapatan per kapita kita akan capai Rp331 juta (25.000 dolar AS).
Sebagai perbandingan, tahun 2022 kemarin, kita berada di angka Rp 71 juta. Artinya dalam 10 tahun lompatanya bisa 2 kali lipat lebih, di mana fondasi untuk menggapai itu semua sudah kita mulai, pembangunan infrastruktur dan konektivitas yang pada akhirnya menaikkan daya saing kita.
Berdasar International Institute for Management Development (IMD), daya saing kita di 2022 naik dari rangking 44 menjadi 34. Ini merupakan kenaikan tertinggi di dunia. Pembangunan dari desa pinggiran dan daerah terluar yang pada akhirnya memeratakan ekonomi kita dengan dana desa yang kita gelontorkan. Total mencapai Rp 539 trilun dari tahun 2015–2023.
Konsistensi reformasi struktural terutama penyederhanaan regulasi, kemudahan perizinan, kepastian hukum dan pencegahan korupsi. Semua itu menjadi modalitas kita untuk meraih kemajuan.
Oleh sebab itu saya berulang kali menyampaikan kepemimpinan ke depan sangat menentukan masa depan Indonesia.
Ini bukan tentang siapa yang jadi presidennya. Bukan bukan itu.Tapi apakah sanggup atau tidak? Untuk bekerja sesuai dengan apa yang sudah dimulai saat ini.
Apakah berani atau tidak? Mampu konsisten atau tidak? Karena yang dibutuhkan itu adalah nafas yang panjang karena kita tidak sedang jalan-jalan sore. Kita juga tidak sedang lari sprint tapi yang kita lakukan harusnya adalah lari maraton untuk mencapai Indonesia Emas.