JAKARTA, iNews.id - Penegakan pemerintahan berdasarkan hukum bukan sekadar penegakan hukum semata, melainkan upaya negara membangun sistem hukum yang bekerja secara berkeadilan, tanpa diskriminasi, dan menjangkau seluruh struktur politik ketatanegaraan untuk menjamin hak dasar warga negara.
Menegakkan hukum dan keadilan bukanlah perkara mudah, tak semudah berkomentar di media sosial atau bahkan membalikan telapak tangan. Hal itu pula lah yang dirasakan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly.
Pria kelahiran Tapanuli Tengah, Sumatra Utara yang telah menjabat selama dua periode ini kerap menjadi sorotan karena sering mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang kontroversial.
Sebut saja terkait napi asimilasi, hingga pro rehabilitasi bagi kasus pengguna narkoba, sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009, tentang Narkotika.
“Pemakai narkoba di penjara dapat menimbulkan kejahatan baru. Jika kurir dimasukkan dalam lapas, pengguna dalam lapas, bandar dalam lapas, ya pasar..!!” ungkap Yasonna kepada Gus Miftah.
Hal tersebut juga terkait dengan kapasitas lapas yang makin hari semakin melebihi kapasitas. Pelaku kejahatan narkotika sendiri mendominasi lebih dari 50 persen isi lapas di seluruh Indonesia. “Bahkan, di beberapa wilayah ada yang sampai over kapasitas hingga 300-400 persen,” tambah Yasonna.
Selain kasus narkoba, masih terdapat deretan kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu yang belum tuntas, misalnya saja pembunuhan terhadap aktivis Munir. Selama 13 tahun aksi kamisan berjalan, aksi menolak lupa terus digalakkan.