JAKARTA, iNews.id - Pakar bioteknologi Irwandi Jaswir mengatakan, industri halal murni soal bisnis dan tidak berarti harus dikaitkan dengan urusan keagamaan. Namun, Indonesia sebagai negara mayoritas muslim justru belum menggarap potensi industri halal secara maksimal.
"Singapura, Jepang, dan Korea Selatan adalah negara dengan minoritas muslim, tapi kini berlomba-lomba mendorong industri halal," kata Irwandi pada seminar mengenai sains halal yang diselenggarakan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) dalam rangkaian Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) di Bandung, Jawa Barat, baru-baru ini.
Guru besar yang berkarir di Universitas Islam Internasional Malaysia (IIUM), Kuala Lumpur itu mengharumkan nama Indonesia dengan penghargaan King Faisal International Prize 2018 untuk kategori Pelayanan Kepada Islam (Service to Islam) pada awal 2018. Penghargaan bergengsi dunia setingkat nobel itu sebelumnya diberikan kepada mantan Perdana Menteri Mohammad Natsir.
Menurut Irwandi, sains halal saat ini dikembangkan untuk mengetahui kehalalan suatu produk tidak hanya dilihat dari sisi agama tetapi ilmu pengetahuan. Menurut dia, Indonesia memiliki potensi untuk meraih pasar industri halal dunia yang memiliki nilai hingga 3 triliun dolar Amerika Serikat per tahun. Langkah pertama yang harus dilakukan yakni menerbitkan regulasi, serta mengatur pemberian insentif bagi perusahaan yang ingin berkecimpung dalam industri halal.
"Jadi harus ada kebijakan yang sistematis, untuk mendorong industri bergerak ke arah industri halal," kata Irwandi.