JAKARTA, iNews.id - Puluhan guru besar menyatakan sikap memprotes indikasi dugaan kecurangan Pemilu 2024. Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta untuk netral dan tidak memihak memenangkan salah satu pasangan calon.
Pakar Hukum dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah Castro menilai gelombang protes akademisi bisa picu krisis legitimasi pemerintahan Jokowi. Pernyataan protes itu merupakan cerminan kegelisahan kalangan intelektual.
"Kalau protes dan kritik diabaikan, kekhawatiran terbesarnya ada dua. Pertama, public trust terhadap institusi formal negara, khususnya pemerintah akan turun. Kedua, legitimasi terhadap politik elektoral, akan ada krisis legitimasi atas keduanya kalau respons pemerintah mengecewakan publik," kata Herdiansyah kepada wartawan di Jakarta, Rabu (7/2/2024).
Krisis kepercayaan publik terhadap pemerintahan Jokowi, kata Herdiansyah, bisa berbuntut panjang. Bukan tidak mungkin seruan-seruan protes di lingkungan kampus itu bertransformasi menjadi aksi unjuk rasa mahasiswa besar, sebagaimana terjadi pada 1998.
"Reformasi 98 itu tidak datang begitu saja. Penuh dinamika dan prakondisi menuju ke sana. Sama seperti sekarang. Tapi, itu bergantung dari seberapa masif, luas, dan konsisten gerakan kita," ucap Herdiansyah.
Herdiansyah menilai gelombang protes akan terus menguat jika Jokowi mengabaikan peringatan dari kaum intelektual tersebut.
"Tergantung konsistensinya. Kalau nafasnya pendek, ya sulit mengulangi 98," katanya.