Fadli berharap, AIPA akan menyepakati pengiriman utusan khusus sebagai upaya dari AIPA untuk mengambil peran yang lebih besar dalam memfasilitasi dialog inklusif untuk rekonsiliasi di Myanmar. Dengan mengirimkan utusan khusus, AIPA dinilai dapat lebih berkontribusi dalam penyelesaian konflik di Myanmar karena bisa melihat langsung dampak dari krisis yang terjadi di negara tersebut.
“Kita berharap demikian, tapi belum sebuah keputusan. Tapi ini adalah satu langkah kita membuka diri untuk membentuk suatu macam komite Ad-hoc untuk parliamentary visit ke sana," terang Fadli.
Selain rencana pembentukan tim khusus, Komisi Politik AIPA juga sepakat terlibat dengan negara-negara observer (pengamat) yang kemarin turut menghadiri Sidang Umum Forum Parlemen ASEAN itu dalam mengumpulkan bantuan kemanusiaan multilateral untuk rakyat Myanmar.
Komite Politik AIPA juga menekankan pentingnya tindakan kolektif dan kerja sama antara eksekutif dan legislatif untuk mendukung upaya menuju perdamaian, stabilitas, keharmonisan, dan rekonsiliasi di Myanmar. Hal ini sebagaimana disampaikan dalam pesan Presiden AIPA ke-44 Puan Maharani saat ASEAN-AIPA Leaders' Interface (pertemuan antara pimpinan parlemen dengan pimpinan negara Asia Tenggara) pada KTT ASEAN ke-42 di Labuan Bajo lalu.
Fadli optimistis gagasan dari Komite Politik AIPA akan berperan besar untuk membantu persoalan krisis kemanusiaan di Myanmar.