Menjelang debat tahap kedua antara kedua calon presiden, generasi milenial pun menyuarakan aspirasinya. Mereka berharap setiap pemerintahan peduli akan masa depan ketersediaan energi, termasuk energi terbarukan. Kalau mereka sampai menyuarakan persoalan ini, tentu berangkat dari kesadaran bahwa masa depan ketersediaan dan kecukupan energi akan menjadi tantangan bagi mereka.
Karena cadangan energi berbasis fosil terus menipis, mereka pun bertanya sudah sejauh mana progres dari proyek-proyek energi terbarukan? Wajar jika pertanyaan ini dimunculkan karena energi terbarukan bukan isu baru.
Apalagi generasi milenial juga menyimak sejumlah fakta dan asumsi tentang potensi krisis energi di masa depan. Sejak awal 2.000-an, Indonesia berstatus sebagai net importer minyak bumi. Dalam beberapa tahun ke depan, Indonesia pun akan menyandang status net importer gas jika tidak diantisipasi dari sekarang.
Memang terkait masalah ini pemerintah tidak tinggal diam. Pada tahun ini saja, pemerintah mengalokasikan dana investasi sebesar USD1,79 miliar untuk subsektor Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE).
Dalam kesempatan sebelumnya, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengungkapkan telah ditandatangani 70 Power Purchase Agreement (PPA) Pembangkit listrik EBT antara PT PLN dengan Independent Power Producer (IPP).
Dari 70 PPA itu, tiga proyek pembangkit di antaranya sudah rampung dan beroperasi. Ini menjadi bukti bahwa pemerintah peduli akan masa depan ketersediaan energi. Generasi milenial hendaknya terus mengawal kerja kementerian ESDM ini agar mendapatkan informasi yang akurat dan utuh.*
*Artikel ini telah tayang di Koran SINDO