Iman berharap masyarakat tidak menyalahkan korban dan keluarganya. Masyarakat mesti dididik untuk empati kepada keluarga korban kekerasan seksual, apalagi mayoritas mereka adalah usia anak di bawah 18 tahun.
Kedua, karakteristik kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan berbasis agama umumnya dilakukan oleh guru atau pengasuh. Mereka orang dewasa dan berkedudukan sebagai pengajar resmi. Ada pemilik lembaga pendidikan dan juga tenaga pendidik yang direkrut yayasan.
Anggota Dewan Pakar P2G Rakhmat Hidayat P2G meminta rekrutmen pengasuh atau guru oleh yayasan harus mempertimbangkan aspek asesmen psikologi, kepribadian, dan sosial. Tidak hanya aspek pedagogik dan profesional. "Guru seharusnya memiliki kompetensi spiritual, sosial, emosional, dan kepribadian yang baik. Termasuk asesmen potensi perilaku seks menyimpang guru seperti pedofilia,” katanya.
Menurutnya Kementerian Agama (Kemenag) hendaknya membuat aturan dan pedoman perekrutan guru atau pengasuh satuan pendidikan keagamaan yang dijadikan rujukan wajib dalam merekrut guru. Berdasarkan fakta di atas, kekerasan seksual di satuan pendidikan berbasis agama tidak hanya di lembaga formal yang sudah terdaftar, tetapi juga lembaga pendidikan yang belum terdaftar di Kemenag.
Rakhmat memaparkan, satuan pendidikan pesantren di Indonesia mencapai 33.980 pesantren. Satuan pendidikan madrasah sebanyak 83.468 dan hanya 5 persen madrasah milik pemerintah, statusnya negeri, sementara 95 persen sisanya adalah swasta. Data ini belum termasuk pesantren atau madrasah yang belum terdaftar di Kemenag.