Pilkada di Tengah Pandemi Covid-19

Didik Sasono Setyadi
Pengamat Hukum Pemerintahan dan Kebijakan Publik Didik Setyono Setyadi. (Foto: dok.pri).

Sebab sumber daya, sumber dana, energi, fokus dan segala daya upaya lainnya yang seharusnya bisa dikonsentrasikan bagi penanganan Covid-19 akan dialihkan sebagian untuk mengurus hal-hal yang menurut istilah “prokem” zaman sekarang “un-faedah” bagi rakyat, karena hanya untuk kepentingan elite oligarki.

Pilkada Itu Hak atau Kewajiban bagi Rakyat?

Secara filosofis dan secara konseptual dalam demokrasi, Pilkada atau Pemilu pada umumnya merupakan sarana yang sangat baik bagi orang-orang terbaik untuk dapat berkuasa. Begitulah teorinya, namun ternyata tidak jarang sejarah mencatat bahwa Pemilu (election) juga bisa menjadi cara bagi orang “jahat” untuk memanipulasi rakyat agar bisa berkuasa.

Dalam sejarah tercatat hitam dan putih penerapan kekuasaan oleh suatu pemerintahan. Oleh karena itu ada pemikiran-pemikiran pembatasan kekuasaan yang muncul dalam aliran konstitusionalisme. Ada teori-teori atau doktrin-doktrin pemisahan/pembagian kekuasaan. Namun ada juga aliran lain yang di Indonesia kerap dikenal dengan “Negara Integralistik” sebagaimana dikenalkan oleh Soepomo yang mengagumi Hegel, Spinoza dan Adam Muller.

Memang betul Pilkada bukan bicara tentang kedaulatan negara. Pilkada hanya bicara tentang “Aspek Administrasi Penyeleggaraan Kewenangan Eksekutif”. Namun Mc Iver dalam bukunya Web of Government dan Ibnu Khaldun dalam Muqqadimah memandang tetap ada hubungan antara kekuasaan di dalam scope kecil-kecil sampai dengan besar (negara).

Ibnu Khaldun Filsuf dari Timur Tengah pernah mengatakan “Kendati pun kekuasaan itu memiliki segi-segi negatif, terutama apabila di tangan orang-orang yang telah lupa akan keluhuran budi pekerti yang menjadi dasar dari kekuasaan itu, aspek-aspeknya yang positif jauh melebihi segi-seginya yang negatif.”

“Kelanjutan eksistensi manusia di dunia tergantung pada kekuasaan, karena kekuasaan itulah menjadi katalisator bagi manusia untuk bekerjasama dan tolong- menolong dalam memenuhi kebutuhan hidup, serta menghalang-halangi orang-orang dari mengikuti kemauan hatinya yang pada umumnya bersifat destruktif. Dan kekuasaan itu memiliki perkembangannya sendiri, mulai dari suatu lingkungan yang kecil, dan berkembang terus sampai, apabila mendapatkan kesempatan, mencapai tingkat kekuasaan tertinggi, yaitu kekuasaan negara” (Muqqadimah, dalam Ni’matul Huda: 2016)

Kembali pada Pilkada, pesta demokrasi itu hakekatnya adalah “Hak Politik” bagi rakyat untuk menentukan kepemimpinan atau kekuasaaan di daerahnya. Pilkada bukanlah “Kewajiban Politik”.

Pilkada adalah wujud partisipasi rakyat atau bahkan kekuasaan rakyat untuk menentukan pemimpin di daerahnya guna memberikan pelayanan dan kesejahteraan yang lebih baik bagi rakyat di daerahnya, sehingga Pilkada bukanlah/tidak boleh dijadikan sarana mobilisasi bagi oligarki untuk mencari legitimasi kekuasaan.

Editor : Zen Teguh
Artikel Terkait
Nasional
20 hari lalu

Kasus Covid-19 Naik Lagi di Indonesia, Anak-Anak Paling Rentan!

Health
22 hari lalu

China Diserang Virus Flu Baru, OTW Pandemi Lagi?

Nasional
26 hari lalu

Banyak Orang Sakit Batuk Pilek Sekarang, Kemenkes Bongkar Data Mengejutkan!

Health
1 bulan lalu

Kasus Keracunan MBG Bakal Dilaporkan Harian seperti Covid-19

Nasional
1 bulan lalu

Menkes Minta Kasus Keracunan MBG Dilaporkan Harian seperti Covid-19

Berita Terkini
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
Network Updates
News updates from 99+ regions
Personalize Your News
Get your customized local news
Login to enjoy more features and let the fun begin.
Kanal