"Kesimpulan yang kedua, sepanjang sejarah reformasi terutama sejak pilpres langsung 2004, di 2024 pertama kali kita menyaksikan presiden cawe-cawe dengan amat sangat jauh," kata Eep.
Dia menjelaskan, ketika seorang ingin menang tanpa mengikuti aturan demokrasi berarti ada sistem yang telah di rusak. Sebab, demokrasi yang sudah matang salah satu cirinya ketika semua orang mengakui dan menjalani aturan yang berjalan.
"Ketika ingin menang tetapi tidak ingin menggunakan cara demokrasi berjalan ada yang salah dengan sistem, mekanisme, aturan insitusi politik yang kita miliki. Ini harus dibenahi," tutur Eep.
Dia menegaskan, agar demokrasi tetap berjalan baik di Indonesia, perlu ada aturan atau UU yang mengatur lembaga kepresidenan untuk membatasi kekuasaan presiden pada masa krusial. Sebab jika hal itu terus diabaikan, presiden dengan wewenangnya, dikhawatirkan menabrak banyak aturan.
"Kalau tidak dibatasi, presiden yang sedang berkuasa untuk menang yang kedua kali. Ternyata presiden yang sudah tidak bisa dipilih lagi bisa melabrak banyak aturan kemudian membahayakan kesehatan pemilu dan demokrasi," tuturnya.