Hal senada diungkapkan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati. Menurut dia, substansi dalam rancangan undang-undang ini bermasalah. Ada beberapa pasal yang tidak diperlukan karena justru merenggut kebebasan individu.
"Hukum pidana tidak diperlakukan sama dengan yang lain karena hukumannya akan menyasar langsung kebebasan orang. Yang kedua, secara substansi memang bermasalah," kata Asfi.
Menurut dia, tidak hanya Pasal 218 tentang penghinaan presiden, namun Pasal 548 tentang Pembiaran Unggas dan Pasal 417 tentang Perzinahan juga dianggap bermasalah.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta DPR menunda pengesahan RKUHP. Penundaan tersebut sebagai respons atas penolakan masyarakat. Presiden juga berharap DPR mempunya sikap sama dengan pemerintah.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly sebelumnya menjelaskan, pasal penghinaan presiden dan wapres dalam RKUHP merupakan delik aduan. Dalam pasal ini juga ada pengecualian yaitu tidak akan dapat diberlakukan jika dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.
Yasonna menegaskan delik tersebut merupakan delik materil yang hanya dapat diadukan atau dilaporkan boleh presiden atau wapres secara langsung.