Rencana awal pasukan Kopassandha adalah menyergap pos pengamatan Fretilin untuk memudahkan langkah. Namun, setelah rencana tersebut berhasil dilakukan, tiba-tiba pasukan Fretilin berjumlah sekitar 300 orang muncul dari berbagai arah lengkap dengan senjata canggih, seperti senapan serbu, mortar, dan GLM. Posisi pasukan Kopassandha juga tidak menguntungkan.
Dengan jumlah pasukan dan kelengkapan senjata berbeda jauh, ditambah posisi terdesak di pinggir jurang, satu per satu anggota pasukan gugur. Anggota Kostrad yang menjaga baris depan hampir seketika tumbang, diikuti tiga orang lain dari formasi belakang.
Karena kalah jumlah, pasukan yang jumlah anggotanya semakin berkurang ini memutuskan mundur hingga sampai pada bibir jurang dan memikirkan cara meloloskan diri tanpa semakin mengurangi jumlah anggota tersisa. Satu-satunya jalan adalah melalui celah bukit dan dibutuhkan waktu yang tepat agar mereka bisa lolos sebelum pasukan Fretilin menutup celah tersebut.
Melihat kemungkinan ini, komandan tim (dantim) segera memerintahkan anggota yang tersisa untuk meloloskan diri. Pratu Suparlan kemudian mengajukan diri untuk mengadang musuh, mengulur waktu, agar pasukan kecil tersebut dapat melarikan diri dengan selamat.
Meskipun telah diberi peringatan, dia tetap maju, mengambil senapan mesin otomatis FN Minimi milik rekannya yang gugur lalu menghampiri pasukan Fretilin. Banyak tembakan mengenai tubuhnya. Seorang saksi mata mengatakan, Pratu Suparlan saat itu terlihat seperti banteng, mengejar pasukan Fretilin tanpa lelah meski dirinya dalam keadaan terluka.
Setelah amunisi habis, dia belum juga menyerah. Dengan menggunakan pisau, Pratu Suparlan mengejar anggota Fretilin hingga masuk ke semak belukar, bertarung satu lawan satu meski badannya telah melemah. Dengan kondisi itu, dia masih sanggup menumbangkan enam anggota Fretilin.