PSN Rempang Eco-City: Mesin Pertumbuhan Baru?

Wihana Kirana Jaya
Wihana Kirana Jaya (Foto: Dok Pribadi)

Sebagai mesin/pusat pertumbuhan, di luar Jakarta dan Surabaya, posisi Batam sejatinya sudah disalip oleh Kabupaten Bekasi yang dimotori oleh kawasan industri Cikarang. PDRB Kota Batam (2023) hanya 1% PDB Indonesia atau sebesar Rp216 triliun saja.

Bandingkan dengan PDRB Kabupaten Bekasi yang sebesar Rp394 triliun. Bahkan PDRB Kota Kediri yang hanya bertumpu pada industri rokok besar mencapai Rp168 triliun.

Solusi Win-Win

Setidaknya ada dua pihak yang amat berkepentingan dalam Proyek Rempang Eco-City, yaitu warga terdampak dan pihak investor, MEG dan Xinyi.

King dan Pucher (2021) mencermati bahwa strategi untuk mencapai solusi ‘win win’ yang dimotori oleh pelaku bisnis untuk masalah-masalah sosial dan lingkungan boleh jadi akan memengaruhi profitabilitas bisnis.

Namun demikian, intervensi pemerintah melalui BP Batam dengan segenap solusi yang mempertimbangkan keberlanjutan basis penghidupan, apresiasi kearifan lokal, dan penghormatan pada leluhur, akan efektif dalam memperlancar relokasi dan mengurangi biaya transaksi bagi investor. Investor cukup beruntung karena biaya relokasi ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah melalui BP Batam.

Dari sekitar 2.700 KK di kawasan terdampak, 5 kampung dengan 900 KK akan direlokasi terlebih dulu. Itupun bertahap, dengan tahap pertama sebanyak 300 KK menunggu selesainya rumah-rumah baru yang dibangun.

Sebagaimana diketahui, lokasi yang diplot untuk permukiman kembali warga terdampak Proyek Rempang Eco-City adalah Dapur 6 (Tanjung Banon, Rempang) dan Dapur 3 (Sijantung, Galang). Di Dapur 3 rencana awalnya akan dibangun kampung nelayan ‘Maritime City’ seluas 471 ha dengan 3.000 kavling. Lokasi ini masih berada di satu garis pantai dengan lokasi warga sebelumnya di Pulau Rempang.

Setiap KK mendapatkan rumah tipe 45 senilai Rp120 juta beserta lahan pekarangan 500 meter persegi. Masing-masing rumah akan dilengkapi dengan utilitas listrik dan air bersih perpipaan. Kawasan relokasi juga akan dilengkapi dengan fasilitas kesehatan, sekolah, dan dermaga untuk para nelayan.

Realisasinya, yang dibangun duluan hingga awal 2025 adalah Tanjung Banon untuk 900 KK (tahap awal). Lokasi Tanjung Banon sebelumnya (2023) direkomendasikan oleh Masyarakat Adat Tempatan (Keramat) bersama Menteri Investasi ketika itu, Bahlil Lahadalia.

Dalam masa transisi, sambil menunggu selesainya konstruksi rumah permanen, warga terdampak ditampung di hunian sementara, seperti Rusun BP Batam, Rusun Pemkot Batam, Rusun Jamsostek, dan lainnya. Pemerintah akan menanggung biaya hidup masyarakat sampai rumah tetap mereka siap, yakni biaya hidup sebesar Rp1,2 juta per orang/bulan dan biaya sewa Rp1,2 juta/bulan.

Lokasi ‘resettlement’ yang dekat pantai ideal bagi para nelayan, dan lahan pekerangan seluas 500 meter persegi dapat dimanfaatkan untuk berbagai tanaman seperti sayuran, tanaman obat, dan tanaman buah-buahan.

Paket kompensasi tampaknya cukup memadai dan manusiawi. Namun demikian, kebutuhan pendidikan anak-anak warga terdampak di tempat hunian sementara juga perlu disediakan, kendati secara darurat, khususnya tingkat SD.

Sejumlah warga terdampak yang telah menempati rumah baru di Tanjung Banon, mengungkapkan rasa gembira dan bersyukur mereka mendapat rumah baru serta menyampaikan rasa terimakasihnya kepada BP Batam. Terlebih, masing-masing rumah baru akan diberikan sertifikat hak milik (SHM).

Hingga Maret 2025, sebanyak 68 KK berhasil dipindahkan ke Tanjung Banon. Ratusan KK lainnya masih menunggu di hunian sementara hingga rumah baru selesai dibangun.

Revitalisasi Batam

Sebagai bagian dari win win solution, property right tidak hanya penting bagi investor, akan tetapi juga penting bagi warga terdampak. Success story dari warga yang telah berhasil direlokasikan ke Tanjung Banon perlu secara terus menerus disosialisasikan, demi memperlancar pembangunan PSN tersebut.

Last but not least, untuk mewujudkan Pulau Rempang sebagai mesin/pusat pertumbuhan baru, maka kelemahan Pulau Batam secara umum sebagai destinasi investasi perlu diperbaiki, khususnya sistem pengelolaan penyediaan lahan dan infrastruktur konektivitas. Kawasan Barelang (Batam-Rempang-Galang) membutuhkan kehadiran LRT, BRT, dan jalan/jembatan (tol/non-tol) Barelang.

Pusat pertumbuhan kawasan tersebut perlu bergeser ke Rempang dan Galang, tidak terkonsentrasi di Pulau Batam saja. Kawasan industri yang sudah dikembangkan sejak dasawarsa 80-an itu butuh revitalisasi.

Akhirnya, Proyek Rempang Eco-City, termasuk di dalamnya hilirisasi pasir silika, serta proyek Wiraraja Green Renewable Energy & Smart-Eco Industrial Park di Galang, diharapkan akan mampu melipatgandakan kontribusi Batam dalam perekonomian Indonesia dari 1% menjadi 2% PDB dalam lima tahun mendatang.

Editor : Anton Suhartono
Artikel Terkait
Buletin
14 hari lalu

Polisi Periksa 9 Orang terkait Ledakan Kapal Tanker MT Federal II

Nasional
3 bulan lalu

Ramai Isu Penundaan Investasi di Rempang, Ini Klarifikasi Menteri Transmigrasi

Nasional
4 bulan lalu

Puspadaya Perindo Desak Usut Tuntas Kasus Penyiksaan ART asal Sumba di Batam

Nasional
4 bulan lalu

3 Korban Luka Kapal Tanker Terbakar di Batam Dilarikan ke RS Graha Hermin dan RS Aini Batu Aji

Berita Terkini
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
Network Updates
News updates from 99+ regions
Personalize Your News
Get your customized local news
Login to enjoy more features and let the fun begin.
Kanal