PSN Rempang Eco-City: Mesin Pertumbuhan Baru?

Wihana Kirana Jaya
Wihana Kirana Jaya (Foto: Dok Pribadi)

Wihana Kirana Jaya
Guru Besar FEB UGM

DARI perspektif New Institutional Economics, pengembangan perkotaan, terutama melibatkan relokasi penduduk, di samping mempertimbangkan aspek ‘institusi formal’ berupa regulasi untuk kepastian hukum, property rights, beserta tata kelola yang meminimalkan biaya transaksi, juga secara berimbang memperhatikan aspek-aspek ‘institusi informal’ berupa adat, tradisi, budaya, dan kearifan lokal. Jalur solusi ‘win-win’ antara investor/pengembang dengan warga terdampak yang akan direlokasi, perlu terbangun dengan baik.

Proyek Rempang Eco-City berstatus Proyek Strategis Nasional (PSN) per 28 Agustus 2023 berdasarkan Permenko Perekonomian No 7/2023. Proses relokasi warga kawasan terdampak untuk PSN Rempang Eco-City diwarnai dengan sejumlah konflik dan protes warga terdampak sejak 2023.

Dapat dipahami adalah tidak mudah melepaskan ikatan historis dan kultural antara warga dengan ‘tempat tinggal’, sama sulitnya dengan mengubah tradisi budaya itu sendiri. Namun demikian, lahan relokasi sejatinya masih berada di lingkungan ‘tempat tinggal’ mereka juga, masih di pulau Rempang, dan yang terjauh di Pulau Galang.

Proyek Rempang Eco-City digadang-gadang akan menjadi mesin pertumbuhan ekonomi yang baru, terutama melalui hilirisasi pasir kuarsa. Maka, solusi ‘win-win’ menjadi kunci untuk kelancaran PSN ini.

Mesin Pertumbuhan Baru?

Proyek Rempang Eco-City merupakan pengembangan kawasan perkotaan terpadu yang dimotori oleh kawasan industri manufaktur yang akan segera dibangun dengan investasi bernilai ratusan triliun rupiah. Beberapa kawasan terdampak di Rempang tengah direlokasi dan akan dibangun untuk kawasan industri Photovoltaic Solar Industry Park. Pasir silika akan diolah menjadi berbagai barang setengah jadi atau barang jadi seperti polisilikon, kaca, wafer silicon hingga panel surya, dan mungkin saja chip (semikonduktor).

Sebagaimana diketahui, industri semikonduktor adalah backbone dan building block bagi keseluruhan industri manufaktur, termasuk kendaraan listrik. Bahkan penanak nasi listrik (rice cooker/magic com) pun membutuhkan semikonduktor berupa PCB (printed circuit board) untuk mengaktifkan otomatisasi, mengontrol pemanasan, dan mengatur waktu. Selain itu, pasir silika dapat dimanfaatkan untuk campuran beton, bahan keramik, dan lainnya.

Proyek Rempang Eco-City memang harus diakui nilai strategisnya, baik dari posisi geografisnya, nilai investasinya, maupun jenis komoditas industri yang akan dihasilkannya. Bukan hanya kawasan industri yang akan atau tengah dibangun, melainkan kawasan wisata, kawasan residensial, kawasan komersial, dan perkotaan modern.

Secara geoekonomis, proyek Rempang Eco-City berada di sekitar pusat pasar ASEAN (Singapura, Malaysia, Thailand) dan salah satu alur pelayaran internasional penting di dunia, yakni Selat Malaka/Selat Singapura. Lokasi tersebut juga relatif dekat dengan China. Bagi para developer real estate berskala besar, berkembangnya industri manufaktur adalah peluang baru untuk pengembangan bisnis properti, baik hunian maupun fasilitas komersial. Padahal pengembang MEG (Makmur Elok Graha) sudah sejak 2004 berkomitmen untuk mengembangkan Kawasan Rempang-Galang (Relang).

Dengan demikian hadirnya investor China untuk membangun pabrik pengolahan pasir silika, bak botol ketemu tutup. Supply ketemu Demand, Proyek Rempang Eco-City akan menyerap sekitar 30.000 pekerja pada tahap awal hingga 2028. dan hingga 2080 diperkiralan akan menyerap 300.000 tenaga kerja. Para pekerja ini yang cepat atau lembat beserta keluarganya akan menjadi penduduk Kawasan Rempang Eco-City.

Jika secara rerata setiap pekerja menarik dua atau tiga penduduk baru (anggota keluarga atau kerabat, khususnya anak dan suami/istri), maka Kawasan Rempang Eco-City akan berpenduduk sekitar 100.000 jelang 2030 dan akan terus meningkat dari tahun ke tahun. Setidaknya perlu disiapkan 30.000 unit permukiman pada tahap awal, baik berbentuk apartemen, rumah susun, atau rumah-rumah tapak. 

Demikian pula penduduk yang akan berjumlah 100.000 akan menjadi potensi demand untuk kawasan-kawasan komersial. Hotel-hotel dan restoran juga akan bertumbuh, karena turis-turis dari Singapura atau Malaysia besar kemungkinan akan berkunjung ke kawasan-kawasan wisata yang dikembangkan di Pulau Rempang.

Pulau Rempang dengan luasan kurang lebih 17.000 hektare, sekitar 3 kali lipat luas BSD (Tangerang Selatan), akan dibangun menjadi kawasan industri, perdagangan, residensial hingga wisata, yang terintegrasi, berbasis pada konsep “Green and Sustainable City”, yang mengedepankan konservasi dan mitigasi perubahan iklim.

Namun demikian, kegiatan utama yang akan menciptakan nilai tambah berada di kawasan industry Rempang dengan memproses pasir kuarsa.  Sejak 2019 sekitar 2 juta ton pasir kuarsa telah dieskpor ke China per tahunnya.

Pasir kuarsa di lokasi tambang di Kepulauan Riau (Kepri) hanya dihargai Rp50.000-Rp100.000 per ton, dan di tangan pembeli sekitar Rp200.000/ton, serta harga ekspor USD32/ton (kadar silika 99,5%). Harga patokan mineral pasir kuarsa wilayah Kepri Rp250.000/ton, sedangkan di Ketapang, Kalimantan Rp26.415/ton, dan Sambas Rp66.000/ton. Sementara harga silikon (polisilikon atau ‘silicon ingot’) antara USD 1.500–USD3.000/ton.

Selain Pulau Rempang, potensi besar pasir kuarsa terapat di kabupaten Lingga dan Natuna. Akan tetapi Pulau Rempang memiliki posisi geografis yang amat strategis.

Artinya, pasokan bahan baku untuk kawasan industri Rempang tak akan ada masalah, dapat diperoleh dengan harga atau biaya relatif rendah dari mana saja. Bisa dari Pulau Rempang sendiri atau lokasi-lokasi lain.

Menurut informasi berbagai sumber, untuk 1 ton produksi silikon, dibutuhkan bahan baku pasir kuarsa 3 ton, reducing agent (coke dari batubara/minyak bumi) 1,5 ton, dan kayu bakar 1,5 ton serta listrik hingga 10.000 KWh. Jika harga pasir kuarsa dihitung USD10/ton, coke USD200/ton, dan kayu bakar USD20/ton, serta listrik USD0,06 per KWh, maka biaya input antara (intermediate goods) sekira USD960/ton.

Dengan harga ekspor MGS (metallurgical grade silicon) yang diharapkan USD2.500/ton, maka nilai tambahnya USD1.540/ton atau 160 persen dari nilai input antara. Dengan kapasitas 200.000 ton/tahun, nilai tambah yang akan tercipta, khusus dari produksi silikon, hanya USD308 juta/tahun. Maka, sangat kita harapkan bahwa Xinyi akan dapat memproduksi hingga 2 juta ton silikon/tahun, dengan nilai tambah USD3.080 juta atau Rp49,3 triliun per tahun, belum termasuk produk-produk lainnya.

Sektor-sektor lainnya yang akan tumbuh di Pulau Rempang terutama konstruksi, pariwisata, penyediaan listrik/air,  perdagangan, dan lainnya. Mungkin tidak berlebihan jika secara keseluruhan, Proyek Rempang Eco-City diharapkan akan menciptakan nilai tambah Rp75 triliun/tahun dalam lima tahun mendatang, sehingga tidak juga berlebihan disebut mesin pertumbuhan baru.

Editor : Anton Suhartono
Artikel Terkait
Buletin
13 hari lalu

Polisi Periksa 9 Orang terkait Ledakan Kapal Tanker MT Federal II

Nasional
3 bulan lalu

Ramai Isu Penundaan Investasi di Rempang, Ini Klarifikasi Menteri Transmigrasi

Nasional
4 bulan lalu

Puspadaya Perindo Desak Usut Tuntas Kasus Penyiksaan ART asal Sumba di Batam

Nasional
4 bulan lalu

3 Korban Luka Kapal Tanker Terbakar di Batam Dilarikan ke RS Graha Hermin dan RS Aini Batu Aji

Berita Terkini
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
Network Updates
News updates from 99+ regions
Personalize Your News
Get your customized local news
Login to enjoy more features and let the fun begin.
Kanal