“Neno adalah contoh paling gamblang bagaimana agama dijadikan kedok untuk tujuan politik. Dia menafikan kenyataan bahwa Pak Jokowi-Maruf didukung oleh begitu banyak kiai, santri pondok pesantren, umat Islam yang juga menjalankan salat, zakat, haji, dan berbagai kelompok lintas agama. Apa Neno merasa cuma dia dan kelompoknya yang menjalankan ibadah?,” ucap dia.
Karding mengaku sangat memahami seorang umat beragama tidak bisa melepaskan ketentuan-ketentuan yang telah diatur Tuhan dalam menjalankan aktivitasnya, termasuk saat berpolitik. Namun, kata dia, menjadikan nama Tuhan untuk tujuan politik dengan menggiring opini seolah lawan politiknya tidak menembah Tuhan merupakan hal yang menggelikan.
“Apa Neno mengira bahwa surga dan Tuhan hanya untuk kelompok mereka?,” ujar dia.
Karding tidak setuju jika ada yang beranggapan apa yang disampaikan Neno Warisman merupakan representasi dia terlalu fanatik agama. Menurutnya, orang yang fanatik agama berarti Neno mengerti betul tentang nilai-nilai esensial yang diajarkan agama, seperti menghargai, menghormati, dan menjaga perasaan sesama manusia, serta bukan mengklaim seolah kelompoknya yang paling benar dan yang lain salah.
“Bagi saya, Neno sedang terjerat dalam fanatisme politik. Ucapannya bukan saja mendiskreditkan kelompok yang berlainan politik dengannya, tapi bahkan juga berani mendikte dan mengancam Tuhan,” kata Karding.