Selain itu, Ketua MUI Bidang Fatwa ini menyampaikan terkait dengan memaknai Pancasila di dalam berbangsa dan bernegara.
Menurutnya, dalam operasionalnya bisa jadi tidak bisa terlepas dari pandangan subjektif dan tidak bisa lepas dari dinamika masyarakat yang terus berkembang.
"Sehingga kita bisa telaah ulang, kita bisa melakukan kontekstualisasi, sehingga ketemu pada titik tengahnya. Menjadi konsensus-konsensus nasional kita," paparnya.
Pengasuh Pondok Pesantren An-Nahdlah, Depok, Jawa Barat ini menerangkan, konsensus-konsensus tersebut tidak terlepas dari norma-norma, nilai-nilai keagamaan yang hidup di masyarakat.
Selain itu, dari nilai-nilai kepatutan yang hidup dan dijaga oleh masyarakat, juga bagian tak terpisahkan terkait pemahaman dan implememtasi dari norma ideologi Pancasila di dalam aktivitas kesehariannya.
Pakar Komunikasi Politik UIN Jakarta, Dr Gun Gun Heryanto mengatakan, politik jangan dianggap di luar dari kita.
Menurutnya, banyak yang harus dipahami, selami, refleksikan bahkan beberapa hal menjadi partisipan aktif terkait banyak hal dalam politik.
Terkait Pancasila, Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Jakarta ini memaknainya dari perspektif komunikasi politik sebagai simbolik konvergen.
Dijelaskannya, simbolik konvergen tersebut merupakan istilah yang dikemukakan oleh Ernets Bormen, seorang ahli psikologi sosial.