"Pada prinsipnya, Kementerian Ekraf berkomitmen terus mendorong ekosistem kreatif dari proses kreasi, produksi, distribusi, konsumsi, hingga konservasi dalam menghasilkan produk ekonomi kreatif yang berkualitas agar dapat mengakselarasi pasar nasional dan global melalui berbagai platform," pungkasnya.
Diketahui, film animasi lokal Merah Putih: One for All tengah menjadi sorotan publik setelah perilisan trailer-nya baru-baru ini. Alih-alih mendapat sambutan positif, film animasi itu justru menuai kritik pedas dari warganet hingga praktisi industri kreatif.
Salah satu kritik terbesar tertuju pada kualitas visual yang dinilai kaku, minim ekspresi, serta detail grafis yang disebut mirip gim era PlayStation 2. Banyak yang menyayangkan hasil produksi film mengingat animasi tersebut diproyeksikan tayang di bioskop dan membawa tema nasionalisme.
Beberapa pihak membandingkannya dengan film animasi lokal lain seperti Jumbo yang dinilai jauh lebih unggul dari segi grafis maupun storytelling.
Premis Merah Putih: One for All menceritakan petualangan sekelompok anak dalam mencari bendera pusaka. Namun, alur cerita itu dianggap datar, penuh klise, dan mirip narasi iklan layanan masyarakat ketimbang film edukatif yang menyentuh hati.
Kritik juga datang pada dialog yang terdengar kaku. Banyak warganet menduga penggunaan suara berbasis artificial intelligence (AI) karena intonasi terdengar datar dan tidak sinkron dengan gerakan bibir.