Dia menilai, TGPF perlu dibentuk dengan melibatkan berbagai unsur. Menurut Abdullah, hal ini diperlukan agar investigasi berlangsung objektif dan menyeluruh.
"Misalnya TGPF terdiri dari kepolisan, Komnas HAM, KontraS, Amnesty Indonesia, LPSK, lembaga forensik independen dari dalam maupun luar negeri, akademisi dan media,” tutur dia.
Dia menyebut, pembentukan TGPF merupakan momentum yang tepat, bersamaan dengan lahirnya Komisi Percepatan Reformasi Polri yang baru saja dilantik Presiden Prabowo Subianto. Menurutnya, tim gabungan ini dapat memberikan masukan penting bagi komisi tersebut.
“Saya rasa Komisi Percepatan Reformasi Kepolisian yang dipimpin Pak Jimly Asshaddiqie ini akan terbuka dengan TGPF terkait temuan-temuannya nanti. Temuan tersebut dapat menjadi masukan strategis untuk tim Pak Jimly dalam mencapai tujuan yang telah diamanahkan oleh Presiden Prabowo,” ucap Abdullah.
Lebih lanjut, Abdullah menegaskan pembentukan TGPF bukan wujud ketidakpercayaan terhadap Polri, melainkan bentuk tanggung jawab untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas penegakan hukum.
“Kasus ini menyangkut hak hidup dua warga negara, dan negara berkewajiban menjelaskan kebenarannya. Jika tidak, hukum akan kehilangan legitimasi dan tidak menghasilkan keadilan yang nyata,” katanya.