“Artinya, politikus menyetujui 41 hingga 60 tahun menentang pemberitaan di enam media massa yang kami jadikan unit analisis. Dari data tersebut, sudah dikeluarkan anggota DPR milenial ini ikut menanggapi isu-isu politik yang bergulir dinamis, ”ucap anggota tim pakar pemerintah Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum ini.
Dian mencontohkan Hillary Brigita Lasut. Anggota DPR milenium terbilang mendapat atensi media di awal kemunculannya sejak dilantik. Usia muda yang menjadi pematik publikasi soal Hillary.
Itu terlihat dari data pada minggu pertama hingga kedua. Namun, pada minggu ketiga dan keempat, porsi kemunculan tidak ada sama sekali. “Joss di awal, ambyar kemudian,” ucapnya.
Sementara itu, peneliti komunikasi politik dari INSIS Wildan Hakim mengatakan, rendahnya kontribusi pemberdayaan dari politikus milenial ini lebih banyak dipicu oleh dua faktor. Pertama, ketidaksiapan para politikus milenial untuk menyatakan opini mereka di depan pid. Kedua, rendahnya kesadaran politikus tentang peran penting media massa sebagai media komunikasi politik.
“Pemahaman yang baik terhadap isu dan isi menjadi sangat penting. Sebab, para politikus di Senayan ini merupakan politikus nasional. Paham isu tidak cukup, isi atau substansi dari isu juga harus dikuasai secara baik agar peran anggota parlemen sebagai wakil rakyat ini bisa terlihat dan terasa,” ujar Wildan.