Romo Magnis berpendapat, Jokowi yang merupakan presiden sebaiknya bersikap netral dan tidak menunjukkan dukungan, apalagi menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan salah satu paslon. Dia khawatir masyarakat tidak akan percaya jika paslon nomor urut 2 menang dalam satu putaran pilpres karena berbagai pelanggaran etika dan dengan terbuka dibantu dan didorong secara sepihak oleh presiden.
“Netralitas (presiden) sudah dilanggar, jika paslon 02 menang lebih dari 50 persen, siapa yang akan percaya? Ini akhir dari demokrasi kita,” ujar Romo Magnis.
Dia mengkritik DPR selaku wakil rakyat yang hanya diam dan terkesan tidak berani melawan Jokowi. Dia menegaskan demokrasi mengalami kemerosotan karena dikuasai oleh oligarki.
Lebih lanjut, dia menyatakan paslon yang berbahaya harus dicegah untuk mencapai kekuasaan meski akhirnya yang terpilih tidak memuaskan. Yang terpenting, kata dia, paslon terpilih bukan yang terburuk karena akan berdampak besar terhadap masyarakat.
Dia pun mempertanyakan keputusan sejumlah jemaat mendukung Prabowo Subianto yang terlibat dalam Tragedi 98. Dia pun menceritakan ada salah satu mahasiswa dari STF Driyakara yang tidak kembali dan terbunuh dan kasusnya belum terbuka hingga sekarang.
Dia mengingatkan demokrasi dan reformasi dapat segera berakhir jika jatuh ke tangan orang yang berkuasa tanpa etika. Dirinya pun mengajak masyarakat untuk mengunakan hak pilih.
“Kalau orang abstain sama sekali tidak memperhatikan input, ya jangan heran jika dijadikan objek,” ujarnya.