"Kita sepakat tadi dengan Kasubdit dan Ibu Kanit, kita akan mengutamakan aspek psikologis korban. Dengan peristiwa yang dialami oleh korban P, yang sudah remaja, mengalami kekerasan seksual dan persetubuhan oleh lebih dari satu orang," tuturnya.
RPA Perindo telah meminta dukungan psikologis dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk korban. Mereka bersama kepolisian berkomitmen untuk menyelesaikan kasus ini hingga ke ranah hukum. RPA Perindo juga akan menyampaikan dokumen lanjutan mengenai perkembangan kasus.
Amriadi Pasaribu mengkritik lambannya penanganan kasus pidana terkait anak dan perempuan di Indonesia, yang dinilainya memberatkan dan menguras psikologi korban. Dia berpendapat bahwa sistem penanganan pidana di Indonesia perlu direformasi, mengadopsi prosedur yang lebih efisien seperti di negara-negara lain.
"Di luar negeri, prosesnya sudah terkontrol, sudah satu proses yang diketahui oleh instansi lain. Di Indonesia, prosesnya memang lamban, dan inilah tugas kami RPA Perindo untuk memulai perubahan," katanya.