JAKARTA, iNews.id – Tindakan tegas Polri dalam membongkar jaringan penyebar fitnah dan berita palsu mendapat apresiasi positif dari masyarakat luas. Pengungkapan kelompok Muslim Cyber Army (MCA) dinilai dapat mencegah konflik horizontal di masyarakat.
Direktur SAS-Institute Imdadun Rahmat menegaskan bahwa idiom yang digunakan melukai mata batin umat Islam.
"Saya berusaha menghindari idiom muslim yang dikaitkan dengan sindikasi penebar fitnah dan berita palsu. Kita harus tegas, menegasikan MCA bukanlah bagian dari penguatan Islam" ujar Imdadun dalam keterangan tertulis yang diterima iNews.id, Rabu (14/3/2018).
Dia menjelaskan, fenomena MCA adalah paradoks di era digital. Revolusi 4.0 telah membuka peluang platform informasi yang egaliter. Artinya, setiap orang atau kelompok bisa membuat kantor beritanya masing-masing. Tapi justru di waktu yang sama, potensi hoax menjadi semakin besar pula.
"Duplikasi simbol Islam pada sindikasi kejahatan media sosial harus kita lawan. Ini sama sekali bukan Islam. Mereka adalah kelompok yang mencari keuntungan di tengah rentannya konflik horizontal masyarakat," ujarnya.
Imdadun memastikan bahwa lembaga yang dipimpin Said Aqil Siroj - Institute (SAS-Institute) akan berada di garis depan dalam melawan berita palsu (hoax) dan ujaran kebencian (hate speech).
Sebelumnya penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menangkap enam orang anggota MCA di sejumlah lokasi berbeda. Mereka yakni, Muhammad Luth (40) ditangkap di Tanjung Priok, Jakut; Rizki Surya Dharma (35) di Pangkalpinang; Ramdani Saputra (39) di Bali; Yuspiadin (25) di Sumedang; Ronny Sutrisno (40) serta Tara Arsih Wijayani (40). Dalam perkembangannya, sejumlah tersangka lain turut ditangkap.
Menurut Polri, MCA memiliki grup yang lebih kecil yakni Sniper Army Team. Para anggota tim ini termasuk diantaranya enam tersangka yang ditangkap polisi. Sniper Army terdiri atas 177 anggota yang bertugas melakukan report terhadap akun lawan agar akun lawan diblokir atau tidak bisa diakses lagi.