Dalam Jurnal Syntax Idea (2020) bertajuk “Pengaruh Kebijakan Pemerintah Terhadap Pola Hidup Etnis Tionghoa (Fokus Penelitian Pasca Kemerdekaan)” disebutkan Gus Dur kala itu mengajukan sebuah konsep bangsa Indonesia nonras. Di saat yang bersamaan, dia juga mengkritisi penduduk asli Indonesia yang justru memiliki sikap tidak adil, tidak jujur, dan merusak kalangan etnis Tionghoa.
Melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2000, Gus Dur mencabut Inpres Nomor 14 Tahun 1967 produk Orde Baru. Dia berhasil mengembalikan kesejahteraan masyarakat Tionghoa.
Mereka pun dapat menjalankan aktivitas keagamaannya seperti biasa dan dapat memperjuangkan hak-hak sipilnya. Tak heran jika Gus Dur dijuluki sebagai Bapak Tionghoa Indonesia.
Tepat pada 9 April 2001, Gus Dur menetapkan tahun baru Imlek sebagai hari libur. Namun, sifatnya masih fakultatif. Artinya, libur hanya berlaku bagi mereka yang merayakan Imlek. Setahun setelahnya, Imlek baru ditetapkan sebagai hari libur nasional lewat keputusan Presiden Megawati.
Menyoal gagasan nonras yang pernah diutarakan Gus Dur, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membuat UU (Undang-Undang) No.12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan Indonesia. Di dalamnya, tertulis jelas di Indonesia hanya terdapat WNI dan WNA, serta tidak ada lagi istilah pribumi dan nonpribumi.