Dia juga menyoroti aturan mengenai pemidanaan terkait hal tersebut. Artinya, jika alokasi dana BLT kurang dari 40 persen, para kepala desa terancam masuk bui.
"Kami mohon kepada DPD agar hal tersebut diperbaiki dan dikawal. Siapa yang mau mengawal kami, kita akan dukung penuh. Kami tak buat kesebelasan, tapi kami buat lapangan," ucapnya.
Wijaya juga meminta agar stempel desa diganti dengan lambang burung Garuda.
"Kami ini masih dalam struktur pemerintahan di unit terkecil. Saat ini lambang stempel kami seperti ormas atau LSM," ucapnya.
Tak hanya itu, dia juga meminta bantuan kepada DPD agar SK untuk lembaganya bisa segera dikeluarkan.
"Kami mohon bantuan agar SK Menkumham mengenai lembaga kami bisa keluar," kanta Wijaya.
Sekjen APDESI Asep Anwar Sadat menambahkan, dia berharap antara lembaganya dan DPD dapat berkolaborasi dalam membangun desa. Dia juga berharap agar marwah desa bisa dikembalikan dan memiliki kewenangan otonom dalam mengurus rumah tangganya.
"Kami berharap kita bisa membangun kolaborasi dan sinergitas aspirasi dari bawah menjadi satu kesatuan utuh dalam membangun desa. Kami ingin marwah desa dikembalikan, agar desa memiliki kewenangan penuh mengurus mengatur sesuai dengan adat istiadat dan budayanya," ujarnya.