Bobot penilaian Setara Institute yakni, rerencana pembangunan 10 persen, kebijakan diskriminatif 20 persen, peristiwa intoleran 20 persen, partisipasi masyarakat sipil 10 persen, pernyataan warga kota 10 persen, tindakan nyata yang dilakukan 15 persen, heterogenitas agama 10 persen, dan inklusi sosial keagamaan 10 persen.
Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan, IKT bertujuan untuk mendukung program pemerintah dan mendorong kota-kota agar mampu mempromosikan nilai-nilai toleransi. Harapannya agar dapat mempertahankan dan meningkatkan kondisi yang kondusif di tengah masyarakat Indonesia.
“Tujuan pengindeksan ini untuk mempromosikan kota-kota yang dianggap berhasil membangun dan mengembangkan toleransi wilayahnya masing-masing, sehingga memacu kota-kota lain untuk turut bergegas mengikuti dan mengembangakan toleransi di wilayahnya,” kata Hendardi.
Penilaian Setara Institute menggunakan beberapa variabel, seperti regulasi pemerintah dan rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD). Lalu, respons sosial, regulasi sosial seperti demografi agama dan kesetaraan gender.
“Dengan toleransi kita akan mudah hidup harmonis di tengah keberagaman perbedaan etnis, agama, dan identitas primordial lainnya. Konteks Kebhinekaan Indonesia, toleransi memberikan muatan keragaman agama, bahasa, budaya, etnis, dan subsosial lain yang merupakan kekayaan bersama Bangsa Indonesia,” tutur dia.