JAKARTA, iNews.id - Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) menilai permohonan mengubah sistem pemilihan terbuka menjadi sistem pemilihan tertutup sudah seharusnya ditolak. Hal itu demi menjaga kedaulatan yang berada di tangan rakyat.
Sejak 2008 sistem Pemilu Indonesia menganut sistem proporsional terbuka, yang diberlakukan sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tanggal 23 Desember 2008.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 22-24/PUU-VI/2008, tanggal 23 Desember 2008 menyatakan Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.
“Dengan demikian adanya keinginan rakyat memilih wakil-wakilnya yang diajukan oleh partai politik dalam Pemilu, sesuai dengan kehendak dan keinginannya dapat terwujud. Harapan agar wakil yang terpilih tersebut juga tidak hanya mementingkan kepentingan partai politik, tetapi mampu membawa aspirasi rakyat pemilih,” kata anggota Tim Ahli Hukum dan Perundangan-undangan Wantimpes, Henry Indraguna, dalam keterangannya, Rabu (4/1/2023).
Sistem proporsional terbuka dinilai ideal karena rakyat secara bebas memilih dan menentukan calon anggota legislatif yang dipilih. Dengan sistem ini, calon yang lolos ke parlemen yaitu calon yang memperoleh suara atau dukungan rakyat paling banyak.
Saat ini diketahui ada gugatan uji materi terhadap Pasal 168 ayat 2 Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2019 ke MK. Uji materi ini mempersoalkan aturan sistem proporsional terbuka.
Henry berharap MK bisa memutuskan gugatan ini tanpa terpengaruh tekanan-tekanan politik.