Menurut dia, dari penelusurun GP Ansor ada beberapa catatan penting bagi DPR sebelum RUU HIP ini dibahas. Pertama, RUU ini belum mencantumkan secara jelas Ketetapan (Tap) MPRS XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI), Pernyataan sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah NKRI Bagi PKI dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Paham atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme.
Kedua, konsideran RUU HIP tidak menyertakan Perppu No 2/2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang menjadi landasan hukum pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan atau ideologi transnasional.
“Ini juga harus diperbaiki. Jangan sampai lahirnya UU nanti menjadi amunisi baru bagi kelompok-kelompok radikal dan intoleran untuk bangkit lagi,” kata Gus Yaqut.
Ketiga, secara umum batang tubuh RUU HIP justru berupaya menyekulerisasikan Pancasila. Padahal, inti dari Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Atas dasar ini maka kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial, bisa ditegakkan, bukan sebaliknya bahkan dicantumkan agama, rohani, dan budaya dalam satu baris.
“Hal ini mencerminkan pandangan sekularisme yang berlawanan dengan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa,” ujarnya.