Legislator dari Dapil Jawa Tengah II itu pun menyebut kasus flexing bergaya hidup mewah keluarga oknum pejabat bukan baru kali ini saja terjadi. Menurut Gilang, ada banyak yang muncul selain kasus istri Bripka Nuril.
“Tapi untuk kepolisian sudah tegas ada larangan yang dikeluarkan melalui aturan tegas agar anggota polisi dan keluarganya tidak mempertontonkan gaya hidup mewah. Kami di DPR mendorong agar Polri lebih menggalakkan sosialisasi atas aturan ini,” ujarnya.
Adapun aturan yang dimaksud adalah Surat Telegram Rahasia (TR) Nomor ST/30/XI/HUM 3.4/2019/DIVPROPAM tanggal 15 November 2019 yang dikeluarkan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo saat dia menjabat sebagai Kadiv Propam Polri. Aturan dalam telegram tersebut berisi larangan pamer kemewahan bagi anggota Polri, termasuk tidak mengunggah foto atau video pada medsos yang menunjukkan gaya hidup yang hedonis.
Berdasarkan aturan itu, istri Bripka Nuril telah menyalahi ketetapan. Mulai dari menunjukkan, memakai, memamerkan barang-barang mewah hingga mengunggah foto atau video pada medsos yang menunjukkan gaya hidup yang hedonis seperti yang viral belakangan ini.
“Aturan ini belum berjalan serta belum diterapkan dengan baik oleh seluruh anggota Polri, padahal itu komitmen Pak Kapolri dalam mengembalikan kepercayaan publik kepada kepolisian. Tapi ini malah dicoreng sendiri oleh bawahannya, jadi memang diperlukan tindakan tegas," tutur Gilang.
Gilang juga menyoroti beberapa oknum polisi dan anggota keluarganya yang terlibat dalam penyalahgunaan fasilitas seperti kendaraan berlampu merah (Patwal) untuk kepentingan pribadi yang tidak mencerminkan kesahajaan kepolisian sebagai pengayom masyarakat.
"Ini perlu tindakan tegas dari Pak Kapolri terhadap bawahannya, yang tidak bisa membina etika kepada anggota keluarganya. Pendidikan etika itu dasar dalam hidup berperikemanusiaan, sehingga itu masalah yang cukup menyita perhatian," ucapnya.
Oleh sebab itu, Gilang menekankan kepolisian perlu melakukan evaluasi internal yang menyeluruh terhadap anggotanya untuk mengidentifikasi oknum-oknum yang terlibat dalam penyalahgunaan fasilitas dan wewenang.
"Kepercayaan masyarakat terhadap kepolisian adalah hal yang sangat penting dalam menjalankan fungsi mereka. Penyalahgunaan fasilitas negara dan wewenang pribadi hanya akan merusak kepercayaan masyarakat dan tentunya ini membahayakan hubungan antara kepolisian dan masyarakat," kata Gilang.
Selain itu, Polri juga didorong membuat program pelatihan etika bagi semua anggota kepolisian beserta keluarganya. Gilang mengatakan hal tersebut akan meningkatkan kesadaran tentang integritas dan tanggung jawab Polisi sebagai pengayom masyarakat agar tidak melakukan tindakan-tindakan yang arogan.
"Kepolisian adalah institusi harus menjadi teladan dalam mematuhi hukum dan peraturan, dan penyalahgunaan wewenang serta fasilitas negara hanya akan merusak citra Polri," ucapnya.