JAKARTA, iNews.id - Pansus angket haji menemukan adanya indikasi pelanggaran mengenai kuota jemaah. Selain itu pansus juga menemukan adanya indikasi korupsi.
“Ada informasi yang kami terima jika pengalihan kuota haji reguler ke haji khusus sebanyak 50% itu terindikasi ada korupsi. Kami akan dalami dan selidiki apakah benar informasi yang kami terima itu. Kami akan panggil para pihak terkait dengan hal ini nanti,” kata Anggota Pansus Angket Haji, Luluk Nur Hamidah, Rabu (10/7/2024).
Mengenai pengalihan kuota jemaah untuk haji plus itu, Luluk menilai hal tersebut telah mencederai nilai-nilai keadilan. Kuota haji khusus ditetapkan hanya sebesar 8% dari kuota haji Indonesia.
“Ada rasa keadilan yang diabaikan oleh pemerintah/Kemenag dari pengalihan kuota ini. Apalagi antrean jemaah yang sangat panjang. Khususnya antrean jemaah lansia reguler yang bisa kita prioritaskan melalui tambahan kuota 20.000 tersebut,” paparnya.
Lebih lanjut, kata dia, Pansus Angket Haji dibuat karena DPR menemukan adanya indikasi kuota tambahan di tengah adanya penyalahgunaan oleh pemerintah. DPR juga menyoroti tentang layanan Armurzna yang masih belum ada perubahan karena kesepakatan yang tidak sempurna yaitu over capacity baik tenda maupun toilet.
Masalah pemondokan dan toilet ini dianggap krusial mengingat biaya yang diserahkan jemaah untuk pelaksanaan Ibadah Haji tahun ini bertambah menyesuaikan tambahan jamaah terkait pemondokan, katering, dan transportasi.
Oleh karena itu, kata Luluk, Pansus Angket Haji dibentuk sekaligus untuk mengevaluasi kebijakan yang ada dan memberikan rekomendasi guna meningkatkan kualitas pelayanan haji serta efisiensi dan transparansi dalam pengelolaan dana haji.
“Kita ingin membangun ekosistem Haji yang jauh lebih baik, transparan, komprehensif hulu hilir, ramah lansia dan perempuan serta memperkuat dimensi lain yang seharusnya juga diperkuat,” tutur Anggota DPR yang juga bertugas di Komisi VI DPR tersebut.