Jika bansos disalurkan karena kenaikan harga beras, kata dia, justru aneh. Sebab jumlah impor beras lebih tinggi daripada penurunan produksi beras.
Pada 2023, kata dia, produksi beras turun 0,6 juta ton dibandingkan 2022. Sementara impor beras, naik 2,63 juta ton dibandingkan dengan 2022. Logikanya, dengan kenaikan impor yang jauh lebih besar dari penurunan produksi, harga beras akan stabil.
“Jika kita lihat subsidi nonenergi, jumlah pupuk bersubsidi yang disalurkan turun 17 persen, tapi realisasi anggarannya naik 41 persen. Jumlah orang yang mendapatkan subsidi KUR juga turun 39 persen, tapi subsidi kredit program yang sebagian besarnya adalah KUR justru meningkat 60 persen,” terangnya.
Ari melanjutkan, penerima bansos adalah masyarakat miskin. Bansos efektif untuk meningkatkan perolehan suara petahana atau kandidat yang didukung petahana.
Karena itu, setidaknya ada 2 potensi implikasi negatif penggunaan bansos untuk meningkatkan perolehan suara.
Pertama yakni upaya pengentasan kemiskinan tidak akan maksimal karena dampak dari bansos terhadap probabilitas kemenangan tergantung dari jumlah orang miskin. Kedua, tidak terciptanya persaingan elektoral yang sehat karena kandidat petahana atau yang didukung petahana mendapatkan keuntungan akibat dukungan kebijakan bansos oportunistik.
“Dalam kondisi terburuk, kandidat yang tidak kompeten namun didukung oleh petahana akan memiliki kemungkinan terpilih lebih tinggi dibandingkan dengan kandidat lainnya yang jauh lebih kompeten. Bisa dibayangkan bagaimana kondisi Indonesia di masa yang akan datang jika hal ini terjadi," ujarnya.