Ketiga, para tokoh mengingatkan semua pihak tentang bahaya benturan dan adu domba. Karena itu, masyarakat diminta saling mengingatkan pentingnya kewaspadaan terhadap segala bentuk upaya adu domba antaragama, antar suku, maupun antargolongan, serta benturan antara masyarakat dan aparat keamanan.
Keempat, para tokoh mengajak masyarakat menyampaikan aspirasi dan pendapat dalam bingkai kebenaran, kasih sayang, dan keadilan. Perbedaan adalah bagian dari demokrasi, tetapi jangan sampai diperalat untuk merusak persatuan dan kesatuan.
Kelima, menolak segala bentuk kekerasan dan anarkisme, adu domba di media sosial, juga perusakan fasilitas umum maupun tindakan kekerasan yang mencederai ajaran agama dan nilai luhur bangsa. Hak menyampaikan pendapat dijamin oleh konstitusi, namun harus diwujudkan dengan cara damai, bermartabat, dan beradab demi menjaga kehormatan rakyat dan bangsa.
Keenam, mengajak aparat bertindak adil dan bijaksana bersama pemimpin eksekutif, legislatif, yudikatif, serta aparat keamanan untuk mendengar aspirasi rakyat dengan hati yang bijaksana dan penuh welas asih.
Ketujuh, para tokoh mendesak aparat penegak hukum bertindak profesional, transparan, dan tidak bertindak berlebihan serta mengedepankan dialog serta mediasi dalam menangani situasi yang berkembang, sehingga dapat mewujudkan rasa aman dan nyaman.
Kedelapan, para tokoh lintas agama mengajak seluruh umat beragama untuk memperkokoh persatuan, toleransi, dan solidaritas. Hanya dengan kebersamaan tanpa membedakan suku, agama, maupun golongan, semua dapat menjaga bangsa tetap rukun, tenteram, dan harmonis dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).